Perang Yarmuk Tahun 13 Hijriyah

Perang Yarmuk Tahun 13 Hijriyah [1]

Kekaisaran Romawi telah menyiapkan pasukan besar untuk menghadapi pasukan pembebasan Islam di Syam. Tampuk komando pasukan Romawi dipercayakan kepada Bahan. [2] Pada saat Khalid bin Al Walid sampai di Syam dari Irak, baik pasukan Islam dan Romawi telah berkumpul di lembah Yarmuk, utara sungai Yordan dan berdekatan dengan dataran tinggi Golan. Sebelum Khalid bergabung, pasukan Islam telah siap untuk bertempur, tetapi mereka masih terpisah dalam komando pemimpin mereka masing-masing. Khalid kemudian berpendapat untuk menyatukan empat pasukan di bawah pemimpin masing-masing dalam satu komando. Hal itu ditujukan agar pasukan Romawi melihat pasukan Islam sebagai sebuah gelombang besar. Para pemimpin pasukan pun menerima usul tersebut, mereka kemudian menentukan garis komando dari salah satu pemimpin yang akan digilir tiap harinya, dan menetapkan Khalid bin Al Walid sebagai pemegang komando pada hari pertama.[3]

Romawi berusaha memata-matai pasukan Islam untuk mengetahui keadaan pasukan Islam yang berbeda. Lalu pemimpin pasukan Romawi mengirimkan seorang Nashrani untuk menjadi mata-mata di pasukan Islam, dan memberikan kabar berita untuk mereka. Mata-mata tersebut berhasil tinggal bersama pasukan Islam selama sehari semalam. Setelah itu, dia kembali kepada pemimpinnya dan menceritakan apa yang berhasil dia peroleh. Mata-mata tersebut menceritakan bagaimana keadaan pasukan Islam, “Mereka (pasukan Islam) adalah kelompok yang selalu mengisi malam-malam hari mereka dengan shalat, puasa disiang hari, menganjurkan kebaikan dan melarang keburukan. Mereka lebih giat beribadah di malam hari dibanding siang hari. Jika ada yang mencuri, maka mereka akan memotong tangan pencuri itu, jika ada yang berzina, maka mereka akan merajamnya untuk menetapkan kebenaran, dan mereka berusaha untuk tidak menuruti hawa nafsu mereka.”

Sang pemimpin berkata, “Jika benar mereka seperti yang kamu katakan, maka isi bumi ini adalah tempat terbaik bagi mereka yang ingin memusuhinya, dan bagi mereka yang ingin menjumpainya di atas bumi ini. Aku akan lebih senang agar memperoleh kedudukan di sisi Allah, untuk tidak melakukan permusuhan di antara kami. Agar aku tidak mengalahkan mereka dan mereka aku kalahkan.” [4]

Baik tentara Romawi maupun pasukan Islam telah bersiap untuk melangsungkan peperangan. Tentara Romawi memilih lokasi yang sempit, Allah Ta’ala menekan mereka melalui pasukan Islam, sehingga tentara Romawi terkepung. Mereka dikelilingi oleh lembah dan gunung di kanan kiri mereka, serta ujung gunung di bagian belakangnya. Mereka mengira dengan memilih lokasi itu, mereka dapat bebas menyerang dari sisi depan. Akan tetapi  pilihan mereka itu malah memberikan kemudahan bagi pasukan Islam, “Berbahagialah…Demi Allah, tentara Romawi telah terkepung.”[5]

Pasukan kaum muslimin dengan penuh kepercayaan diri merasa bahwa ini adalah awal kemenangan mereka. Pasukan Islam menyisakan sedikit ruang di hadapan tentara Romawi, agar tentara Islam dapat lebih leluasa bergerak. Sementara itu, pasukan Romawi mengira bahwa membagi pasukan dalam beberapa kavaleri akan memberikan keuntungan bagi mereka.

Pada perang hari pertama, pasukan Romawi mengirimkan kavaleri yang sangat besar, sedangkan tentara Islam dibawah komando Khalid bin Al Walid radhiyallahu ‘anhu, dimana Khalid membagi-bagikan pasukan menjadi tiga puluh enam kelompok berkuda, dan ini merupakan strategi bagu dalam tentara Islam. Pola tersebut memiliki pengaruh menakuti-nakuti musuh dan menguatkan barisan Islam.

Sebelum perang berlangsung, para shahabat yang hafal al Qur’an membacakan surat al Anfal dan diikuti oleh para tentara. Para penghafal itu juga memberikan suntikan moral kepada pasukan berupa nasehat. Selain itu ada juga beberapa orang shahabat yang mendorong tentara untuk tetap sabar dan tak gentar di hadapan musuh-musuh mereka.[6] Di waktu yang sama, para pendeta dan rahib berdiri di hadapan pasukan Romawi. Mereka memberikan semangat kepada para pasukan, agar mereka tidak gentar dan berjuang demi agama Nashrani.

Mulailah perang dengan dahsyat. Pasukan Romawi yang pemberani berhasil masuk dalam barisan tentara Islam, dan jika tidak karena keteguhan dan kesabaran tentara Islam, tentu pasukan Romawi dapat berhasil mengobrak-abrik kesatuan tentara Islam. [7]

Tercatat tentara Islam yang terbunuh sejumlah 400 orang pasukan, di antara mereka terdapat Ikrimah bin Abu Jahal [8], Al Harits bin Hisyam, dan Dhirar bin Al Azwar Radhiyallahu ‘Anhum. Mereka telah menjemput akhir hayat mereka. Mereka telah berperang dengan keberanian yang sulit untuk dilukiskan, bahkan mereka berhasil membunuh dan melukai banyak musuh. Tentara Islam pun berhasil mengembalikan bola serangan pasukan Romawi, hingga mereka merasa balik tertekan. Pasukan berkuda Romawi berusaha melarikan diri dari medan perang karena ketakutan. Hal itu membuat tentara Islam senang. Pasukan berkuda itu meninggalkan medan perang karena takut, dan mereka membiarkan pasukan kavalerinya. Keadaan itu menjadikan tentara Islam semakin menekan dan dengan pedang mereka berhasil menakut-nakuti musuh. [8]

Yarmuk

Pasukan Romawi pun mundur ke belakang, sehingga ribuan dari mereka terjatuh ke jurang –cekungan gunung- dan mati. Pasukan Romawi yang mengikat diri mereka dengan rantai agar dapat teguh dihadapan tentara Islam, menjadi banyak yang mati karena di antara mereka terjatuh ke dalam jurang. Banyak korban berjatuhan dari mereka bukan karena perang, tetapi karena rantai tersebut. Pada akhirnya, perang yang berlangsung selama beberapa hari itu dimenangkan oleh tentara Islam. [9]

Kaum perempuan yang menemani tentara Islam dan memiliki peran penting ikut larut dalam kemenangan tersebut. [10]

Sebagai hasil dari perang, didapatkan sejumlah 3 ribu tentara Islam yang diantaranya adalah sahabat Rasulullah menjadi syahid, sedangkan jumlah korban dari pihak Romawi sebanyak hampir 100 ribu orang. Ketika Heraklius, Kaisar Romawi, mendengar hasil perang itu, dia yang berada di Homs memutuskan untuk pergi ke Utara, meninggalkan negeri Syam dengan kekecewaan. Dia mengatakan yang kemudian menjadi perkataannya yang terkenal, “Selamat buatmu Syiria, Selamat Tinggal, tidak akan lagi aku kembali kepadamu selamanya.” [11]

Ketika perang masih berkecamuk, datang berita bahwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, dan digantikan oleh Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu.[12] Selain berita meninggalnya Abu Bakar, juga ada perintah dari Umar agar Khalid tidak dijadikan pemimpin perang, dan Umar mengangkat Abu Ubaidah untuk menjadi pemimpin. Surat perintah diterima oleh Abu Ubaidah, tetapi surat itu tidak segera diberitahukan kepada Khalid. Namun, setelah Khalid tahu surat perintah itu, dengan legawa Khalid mengikuti perintah Abu Ubaidah. Semua itu terjadi karena pada dasarnya baik Khalid maupun Abu Ubaidah bukan tipikal orang yang menginginkan jabatan.

Adapun alas an yang dikemukakan Umar a tas pergantian posisi Khalid adalah; karena Umar takut tentara Islam terlalu bergantung pada sosok Khalid, Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku tidak mempunyai tujuan mengganti Khalid karena tidak suka pribadinya, atau karena berkhianat, tetapi aku takut orang-orang masuk dalam fitnah karena Khalid. Aku takut mereka menjadi terlalu mendewakan Khalid. AKu lebih senang jika orang-orang tahu bahwa Allah-lah yang Mahakuasa, sehingga mereka pun lepas dari fitnah itu.” Dalam sebuah cerita yang lain diceritakan bahwa Umar berkata, “Aku ingin orang-orang tahu bahwa Allah-lah yang memenangkan agama-Nya, bukan Khalid atau pun Al Mutsanna.”[13]

Note:

[1] Untuk mendapatkan keterangan yang lebih mendetail tentang tempat terjadinya perang, lihatlah Mahmud Syakir: Maidan Mauqi’ah Yarmuk. Al Maktabah Al Islamy, Beirut 1406 H

[2] Untuk mengetahui profil bahan lebih lanjut, lihat: Al Azdi, Futuh Asy Syam 175, Ibn A’tsam Al Kufi, Al Futuh 1/174,175,187,191

[3] Al Azdi, Futuh Asy Syam 188

[4] Al Azdi, Futuh Asy Syam 211

[5] Lihatlah secara lebih mendalam suasana perang pada: Mahmud Syakir, Maidan Ma’rakah Al Yarmuk (22.24)

[6] Al Azdi, Futuh Asy Syam 218. Ath Thabari, Tarikh Ath Thabari 3/34

[7] Al Azdi, Futuh Asy Syam 222,223

[8] Lihat: Ath Thabari, Tarikh Ath Thabari 4/26

[9] Al Azdi, Futuh Asy Syam 230

[10] Al Azdi, Futuh Asy Syam 231, Al Baladziri, Futuh Al Buldan 141, Lihat pula: Khalifah Ibn Khayyath, Tarikh Ibn Khayyath 130, dan Ath Thabari, Tarikh Ath Thabari 3/33

[11] Al Azdi, Futuh Asy Syam 220, Al Baladziri, Futuh Al Buldan 141, dan Ath Thabari, Tarikh Ath Thabari 3/33

[12] Al Azdi, Futuh Asy Syam 236, Ath Thabari, Tarikh Ath Thabari 4/38

[13] Khalifah Ibn Khayyath, Tarikh Khalifah Ibn Khayyath 122, Ath Thabari, Tarikh Ath Thabari 4/55,59, Al Ya’qubi 2/139

[14] Ath Thabari, Tarikh Ath Thabari 4/206 dan Adz Dzahabi, Siyar A’lam An Nubala 1/378

Dikutip dari: Penaklukan Dalam Islam, DR.Abdul Aziz bin Ibrahim Al Umari, Penerbit Darussunnah

Artikel: www.KisahIslam.net

Comments
All comments.
Comments