Pada tahun 18 Hijriyah, tentara Islam tertimpa wabah Tha’un Amwas (wabah pes). Banyak tentara Islam yang meninggal dunia di negeri Syam,[1] hingga hampir mencapai dua puluh ribu orang, atau setara dengan dua pertiga tentara Islam yang ada di Syam. Meskipun keadaan seperti itu, tentara Islam tidak berdiam diri dari pembebasan
Wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada hari Senin, bulan Rabiul awwal. Dimakamkan pada hari Rabu ditempat beliau wafat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat pada usia 63 tahun. Abu Bakar dibai’at sebagai Khalifah (pada hari Selasa) Wafatnya Fathimah, putri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Enam bulan setelah meninggalnya Beliau. Wafatnya Ummu
Terjadi peristiwa Haji Wada’ atau Haji Perpisahan. Disebut juga dengan Haji Al Balagh dan Haji Al Islam. Karena pada haji ini, Rasulullah menyampailkan salam perpisahan kepada orang-orang. Dan beliau tidak berhaji lagi setelah itu. Wafatnya putra Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, Ibrahim (bulan Robiul awal) pada umur 1,5 tahun Lahirnya Muhammad
Al Jazirah adalah kawasan yang sangat luas. Kawasan tersebut terletak di timur laut negeri Syam, barat laut Iraq, dan selatan Turki sekarang. Daerah itu disebut Al Jazirah karena berada di antara sungai Eufrat dan sungai Tigris. Daerah itu mewadahi sejumlah kota penting, antara lain Raha, Riqqah, Nashibin, Hiran, dan Mardin.
Setelah kota Damaskus berhasil dikuasai, Amr bin Al Ash radhiyallahu ‘anhu bersama tentaranya meninggalkan kota Damaskus, dan mulai melakukan pembebasan ke arah Palestina. Terjadi peperangan antara tentara Amr bin Al Ash dengan pasukan Romawi di bawah pimpinan Aretion. Perang tersebut adalah perang dahsyat yang akhirnya dimenangkan oleh tentara Islam. Setelah
Setelah tentara Islam berhasil menaklukkan Damaskus dan menata pemerintahannya, semua tentara Islam kemudian berangkat menuju kota Homs di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin Al Jarrah radhiyallahu ‘anhu untuk melakukan pembebasan.[1] Lalu Heraklius, kaisar Romawi menyiapkan pasukan untuk mencegah tentara Islam dari penyerangan. Akan tetapi, tentara Islam berhasil mengalahkan pasukan Romawi
Perang Yarmuk telah berakhir di awal masa kekhalifahan Umar radhiyallahu ‘anhu, dengan kemenangan bagi kubu Islam. Setelah itu, tentara Islam berdiam diri untuk menyusun langkah selanjutnya. Apakah tentara Islam akan melanjutkan misinya ke Damaskus, sebagai kota administrative negeri Syam, ataukah tentara Islam melanjutkan infiltrasi ke Fihl, tempat pasukan Romawi menyusun
Pada tahun 19 Hijriyah, tentara Islam telah berhasil menguasai kota Bashrah dan Kufah. Setelah itu, tentara Islam mulai bergerak kembali untuk melanjutkan pembebasan. Sedangkan dua kota tersebut, Bashrah dan Kufah, telah dihuni oleh para penduduk muslim yang datang dari penjuru daerah, baik dari suku Arab maupun bukan, yang telah memeluk
Madain adalah ibukota kerajaan Persia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan berita gembira ketika beliau masih hidup, bahwa kota Madain suatu saat akan dikuasai oleh kaum muslimin. Kaum muslimin pun menanti-nanti hari yang dijanjikan itu. Setelah perang di Qadisiyah, Sa’ad bin Abi Waqqash bersama tentara Islam selama dua bulan
Setelah kabar kekalahan kaum muslimin pada perang jembatan sampai ke Madinah, Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu menyemangati tentara Islam untuk berjuang di Irak dan Persia. Umar sendiri membentuk pasukan di luar kota Madinah, sehingga banyak sekali kaum muslimin yang ikut bergabung untuk berjihad. Umar berkeinginan memimpin sendiri pasukan perang
Setelah pasukan Persia berhasil dikalahkan oleh Abu Ubaidah dan Al Mutsanna bin Haritsah dalam sejumlah peperangan, pasukan Persia kemudian mempersiapkan pasukan besar dan memilih jendralnya yang terbaik sebagai komandan pasukan. Persia mengarahkan pasukan besar itu untuk menghadapi Islam di daerah Qiss an Natiq[1]. Bertemulah pasukan Persia dengan tentara Islam di
Pembebasan Persia Pada akhir masa kekhalifahan Abu Bakar As Siddiq radhiyallahu ‘anhu, tampuk pimpinan tentara Islam setelah keberangkatan Khalid bin Walid ke Syam diberikan kepada Al Mutsanna bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu.[1] Pada kesempatan itu, Persia berusaha mengusir pasukan Islam dari kota-kota di negeri Iraq yang telah berhasil ditaklukkan. Persia berusaha