Berdirinya Daulah Abbasiyyah & Fase-Fase Yang Dilaluinya Dari Tahun 132 H Sampai 656 H

310px-Peta-Dunia-AbbasiyyahBerdirinya Daulah ‘Abbasiyyah

Pada akhir-akhir abad pertama hijriyyah, kalangan Abbasiyyun memulai berpikir dan menentukan langkah-langkah untuk mencapai kursi khilafah dan menghabisi Daulah Umawiyyah. Ketika itu kalangan Abbasiyyun berkumpul di desa Humaimah yang masuk dalam wilayah Palestina. Upaya mereka untuk mencapai kursi khilafah terbantu dengan sejumlah perkara berikut:

1. Keadaan yang tidak menentu pada Daulah Umawiyyah yang dipengaruhi oleh fanatik kesukuan dan fitnah (kekacauan) dari dalam.

2. Keberadaan musuh yang banyak bagi Daulah Umawiyyah. Musuh-musuh itu memiliki sebab-sebab permusuhan yang berbeda-beda terhadap Daulah Umawiyyah. Akan tetapi mereka memiliki kesamaan tujuan yaitu harapan musnahnya Daulah Umawiyyah. Pada tahapan selanjutnya mereka berkumpul di sekeliling setiap pihak yang mengupayakan tujuan ini.

3. Munculnya seruan (untuk berdirinya dinasti) Abbasiyyah serta bagusnya pengaturan dan kecerdasan para pimpinan
mereka, dimana mereka mampu memanfaatkan kondisi yang tersebut di atas dan selainnya demi tercapai tujuan mereka. Pada tahap berikutnya mereka mampu mengumpulkan seluruh pihak yang memusuhi bani Umayyah ke dalam barisannya. Tentunya kalangan Abbasiyyah tidaklah memulai ajakan mereka kecuali setelah mempelajari dengan seksama kenyataan yang dihadapi kalangan Umawiyyah. Oleh karena itu bukan hal yang mengherankan apabila kita melihat kalangan Abbasiyyah memulai propaganda mereka berdasar kehatihatian dan penguasaan kenyataan. Mereka mengambil langkah yang tepat pada masing-masing keadaan.

Diantaranya adalah dengan menjelaskan kesalahan-kesalahan dan cela-cela yang dilakukan kalangan Umawiyyah disertai dengan upaya menggelembungkannya hingga menambah bencinya orang-orang terhadap pemerintahan mereka dan kemudian bergabung dengan Abbasiyyah yang menampakkan diri sebagai da’i yang mengajak kepada perbaikan di seluruh penjuru Negara dengan cara mengamalkan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah.

Diantara bentuk kehati-hatian dan penguasaan keadaan mereka adalah mereka memilih kota-kota Kufah dan Khurasan sebagai pusat dakwah mereka, dimana pada kedua kota ini terdapat banyak orang yang memusuhi bani Umayyah.

Bagaimanakah Daulah ‘Abbasiyyah berdiri?

Kalangan Abbasiyyah memulai propaganda mereka pada akhir abad pertama hijriyyah di bawah pimpinan mereka Muhammad bin Ali bin Abdillah bin Abbas. Mereka menjadikan desa Humaimah di Syam sebagai titik awal propaganda. Mereka telah memilih sejumlah orang yang terlatih dan siap berkorban untuk merealisasikan propaganda tersebut. Orang-orang yang terlatih itu disebarkan di markas-markas dakwah di Iraq dan Khurasan. Mereka menyebut orang-orang itu sebagai para da’i dan tim sukses. Di antara para da’i dan tim sukses yang terkenal di Kufah adalah: Maisarah al-‘Abdi maula Ali bin Abdillah bin Abbas, Bukair bin Mahan, Hafsh bin Sulaiman yang dikenal dengan Abu Salamah Al-Khalal. Di Khurasan: Muhammad bin Khunais, Sulaiman bin Katsir Al-Khuza’i, dan Abu Muslim al-Khurasani.

Muhammad bin Ali meninggal pada tahun 125 H. Dalam memimpin kalangan Abbasiyyah ia digantikan oleh anaknya, Ibrahim. Pengakuan-pengakuan dari para da’i (dan tim sukses) menegaskan bahwasanya Ibrahim telah berhasil menyebarkan dan menanamkan dakwah (propaganda)nya pada hati-hati para musuh bani Umayyah, terkhusus di wilayah Khurasan yang jauh dari pusat pemerintahan Umawiyyah (yaitu di Damaskus).

Ketika itulah Ibrahim mulai mengumumkan permulaan perlawanan militer melawan Daulah Umawiyyh. Ia mengeluarkan surat perintah kepada komandan propaganda di Khurasan – ketika itu- yaitu Abu Muslim Al-Khurasani untuk melakukan pemberontakan melawan dinasti Umawiyyah.

Pergerakan militer ini dimulai pada tahun 129 H pada akhir bulan Ramadhan ketika para pembela propaganda Abbasiyyah berkumpul di Khurasan di bawah pimpinan Abu Muslim. Mereka mengobarkan perang yang sengit melawan pimpinan Nashr bin Sayyar rahimahullah. Tidak lama kemudian ibu kota Khurasan, Maru, jatuh ke tangan mereka.

Kemudian mereka mulai menyebar dan melakukan perebutan sejumlah kota dan desa lain di Khurasan. Mereka berhasil memupuskan perlawanan kalangan Umawiyyah di sana. Setelah itu mereka menentukan pimpinan wilayah.

Kemudian pasukan perang `Abbasiyyah di bawah pimpinan Qahthabah bin Syabib at-Tha’i menuju Iraq. Di sepanjang perjalanan, mereka berhasil memupuskan setiap perlawanan yang dilakukan oleh pimpinan dan pasukan Umawiyyah. Qahthabah tewas pada salah satu pertempuran. Kepemimpinan pasukan Abbasiyyah digantikan oleh anaknya, yaitu Al-Hasan yang melanjutkan perjalanan pasukan Abbasiyyah hingga berhasil sampai di Kufah pada bulan Muharram tahun 132 H.

Keadaan Keluarga ‘Abbasiyyah ketika itu:

Pada masa-masa ini, keluarga Abbasiyyah pindah dari Humaimah ke Kufah setelah Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir bani Umayyah, memerintahkan penangkapan Ibrahim, pimpinan Abbasiyyah, setelah mereka mengetahui hakekat sesungguhnya orang ini. Lalu Ibrahim menyerahkan kepemimpinan kepada saudaranya, Abul ‘Abbas Abdullah bin Muhammad.

Setelah kalangan Abbasiyyah merasa yakin akan keberhasilan propagandanya, mereka mengumumkan khilafah  Abbasiyyah di Kufah dengan dibaitnya Abul Abbas pada bulan Rabiulawal 132 H.

Abul ‘Abbas melanjutkan kepemimpinan dinasti Abbasiyyah dalam menghadapi Daulah Umawiyyah hingga berhasil meruntuhkannya pada akhir-akhir bulan Dzul Hijjah 132 H.

Demikianlah, Daulah Umawiyyah runtuh dan berdirilah Daulah `Abbasiyyah. Yang demikian ini bukan suatu perkara yang aneh atau terjadi secara tiba-tiba. Karena bani Umayyah sendiri, terkhusus pada akhir-akhir kekuasaannya, terjadi pada mereka sebagian kesalahan dan sejumlah perkara yang sebagiannya saja sudah cukup untuk menyebabkan keruntuhan dan kehancurannya.Hal ini selaras dengan sunnatullah (ketentuan Allah pada hambaNya) yang berlaku pada tegak dan runtuhnya suatu negara dan peradaban. [1]

Peta Abbasiyyah 01

Dan sungguh Anda telah mengetahui, ketika mempelajari Daulah Umawiyyah sebelumnya –, sebagian kesalahan yang menjadi sebab runtuhnya Daulah Umawiyyah padahal ia memiliki sejumlah kebaikan dan amalan-amalan yang positif.

Pada pembahasan berikut, kita akan menyebutkan sebagian kesalahan-kesalahan yang kalangan Umawiyyah terjatuh ke dalamnya dengan mengaitkan kesalahan itu dengan sunnatullah:

1. Kezhaliman yang muncul dari mereka atau terkadang dari sebagian pimpinan wilayah. Kemudian mereka membiarkan kezhaliman itu karena alasan yang bersifat duniawi. Dan diantara sunnatullah dalam sejarah bahwasanya kezhaliman adalah sebab kehancuran. Allah ta’ala berfirman:

“Dan (penduduk) negeri telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka. ” (QS. Al-Kahfi:59)

2. Perselisihan dan sengketa yang terjadi antara para khalifah pada kurun tujuh tahun terakhir masa berkuasa mereka. Sebab ini sudah cukup sebagai sebab yang akan membuat musnah dan hancurnya daulah. Allah ta’ala berfirman:

“Janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.” (QS. Al-Anfal:46)

Mereka bersengketa sehingga menjadi lemah clan hilang pamornya.

3. Sebagian khalifah yang akhir-akhir memegang kekuasaan melakukan sebagian kerusakan dan dosa-dosa besar, serta mereka terjerat dalam gaga hidup mewah clan kelezatan. Allah ta’ala berfirman:

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (QS. Al-Isra’:16)

Dari penjelasan di atas, kita mengetahui bahwasanya bani Umayyah, daulah mereka menjadi hancur dan kekuasaan mereka hilang hanyalah ketika mereka telah layak untuk menjumpainya. Hal ini sesuai dengan sunnatullah tersebut di atas dan yang lainnya.

(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri.” [QS.al-Anfal:53]

Dan muncullah Daulah ‘Abbasiyyah sesuai dengan sunnatullah dalam pergantian  kemenangan/keadaan manusia.

“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu kami pergilirkan diantara manusia.” [QS.Ali ‘Imran:140]

Yang demikian ini sebagai bentuk cobaan dan ujian.

Bersambung insyaallah..

Foot Note:

[1]  Mempelajari sejarah terdapat padanya sejumlah buah, yang paling pentingnya adalah mengenali sunnatullah yang Allah membimbing kita kepadanya dan meminta kita untuk menjalankannya. Allah ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah[230]; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orangorang yang mendustakan (rasul-rasul). ” (QS. Ali ‘Imran:137)

“Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah Yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu.”  (QS. Fathir:43)

Dan yang diminta dari seorang muslim adalah mengenal sunnatullah ini.
Sejarah dengan segala yang dikandungnya, berupa kejadian-kejadian yang serupa dan keadaan-keadaan yang semisal, akan membantu menyingkap sunnatullah dimana ia berada pada puncak ketelitian, keadilan, dan kepastian.
Untuk tambahan penjelasan bisa dirujuk pada kitab Manhaj Kitabah at-Tarikh al-Islami karya Ustadz Muhammad Shamil al-Sulami hal. 58 dan yang berikutnya.

Sumber: Disalin dari buku “TARIKH DAULAH ABBASIYYAH”, Jami’atul Imam Muhammad bin Su’ud al-Islamiyyah, Riyadh Saudi Arabia, Penerjemah: Fathul Mujib, Muroja’ah: Ustadz Abu Muhammad ‘Abdul Muthi, Lc Hafizhahullah, Penerbit Hikmah Ahlus Sunnah, Cet.Pertama.

Artikel: www.kisahislam.net

Facebook Fans Page: Kisah Teladan & Sejarah Islam

=

Comments
All comments.
Comments