Sa’id bin Zaid Radhiyallahu ‘Anhu – ‘Singa Perang Yarmuk’

SA’ID BIN ZAID رضي الله عنه

Singa dalam Perang Yarmuk…

Salah seorang dari sepuluh orang Sahabat

Yang dijamin masuk Surga

Salah seorang Sahabat dari kalangan orang-orang yang masuk Islam angkatan pertama, ikut dalam Perang Badar, dan termasuk orang-orang yang Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah.

Ikut dalam seluruh perang bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Dia ikut dalam pengepungan dan penaklukan Damaskus, lalu Abu ‘Ubaidah رضي الله عنهmenjadikannya sebagai gubernurnya. Dia adalah orang pertama dari umat ini yang menjadi gubernur di Damaskus. [1]

TANAMAN YANG BAIK KELUAR DARI TANAH YANG BAIK DENGAN IZIN RABB-NYA

Zaid bin ‘Amr bin Naufal, ayah Sa’id bin Zaid رضي الله عنه , adalah orang khusus di zaman dan masanya. Orang-orang menyembah berhala, tetapi Zaid menyembah Allah Yang Maha Esa Pemilik pembalasan. Maka dari tulang sulbinya keluar anak yang penuh kebaikan ini, Sa’id bin Zaid, yang menjadi salah seorang dari sepuluh orang Sahabat yang dijamin Surga oleh Nabi صلى الله عليه وسلم.

Zaid bin ‘Amr membiarkan hidup anak perempuan yang akan dikubur hidup-hidup. Jika dia melihat seorang ayah yang hendak melakukan itu terhadap anak perempuannya (yakni ingin membunuhnya), Zaid berkata, “Berhenti! Jangan membunuhnya, aku yang akan merawatnya.” Lalu Zaid mengambilnya. Ketika anak perempuan itu sudah dewasa, dia akan berkata kepada ayahnya, “Kalau engkau berkenan, aku menyerahkannya kepadamu, tetapi jika tidak, biarlah aku yang merawatnya.” [2]

Zaid mencela orang-orang Quraisy. Dia berkata, “Allah menciptakan domba, Allah menurunkan air dari langit untuknya, Dia menumbuhkan (tanaman dan rerumputan) dari bumi untuknya, kemudian kalian menyembelihnya bukan dengan nama Allah?”

Agar kita berbahagia bisa menyimak sirah ‘perjalanan hidup’ yang harum ini, marilah kita melihat bagaimana kehidupan Zaid bin ‘Amr. Bagaimanakah kisahnya, agar kita mengetahui bagaimana buah yang baik keluar dari dahan pohon yang penuh berkah.

RIHLAH (PERJALANAN) TAUHID

Pada suatu hari orang-orang Quraisy berkumpul pada hari raya mereka di sisi salah satu berhala mereka yang mereka agung-agungkan. Mereka menyembelih di sisinya, beri’tikaf padanya, dan bernadzar untuknya. Hari raya itu diperingati sehari dalam satu tahun.

Tiba-tiba ada empat orang yang menyingkir dari mereka. Mereka saling berbisik di antara mereka. Sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, “Kita sepakat untuk jujur dan saling menjaga rahasia.” Mereka berkata, “Ya.” Empat orang tersebut adalah Waraqah bin Naufal, ‘Ubaidullah bin Jahsy, ibunya adalah Umaimah binti ‘Abdil Muththalib, ‘Utsman bin Al-Huwairits, dan Zaid bin ‘Amr bin Nufail. Sebagian berkata kepada yang lain, “Demi Allah, kalian telah mengetahui bahwa kaum kita bukan berpijak kepada apa-apa. Mereka telah salah terhadap agama moyang mereka, Ibrahim. Mengapa kita thawaf di sekitar batu yang tidak mendengar, tidak melihat, tidak mendatangkan mudharat, dan tidak mendatangkan manfaat. Wahai kaum, carilah sebuah agama untuk diri kalian karena demi Allah, kalian bukan di atas apa pun.”

Lalu mereka bubar dan berpencar ke berbagai negeri mencari Hanifiyah agama Ibrahim.

Waraqah bin Naufal menelusuri agama Nasrani. Dia mencari kitab-kitab dari pemeluknya sehingga dia mengetahui ilmu dari Ahli Kitab. ‘Ubaidullah bin Jahsy terus mencari sampai Islam tiba dan dia masuk Islam lalu dia berhijrah ke Habasyah bersama kaum Muslimin diikuti isterinya, Ummu Habibah binti Abi Sufyan yang juga masuk Islam. Sayangnya, ketika dia tiba di Habasyah, dia memeluk agama Nasrani dan dia mati di sana sebagai Nasrani. Adapun ‘Utsman bin Al-Huwairits maka dia datang kepada Kaisar Raja Romawi. Dia masuk Nasrani dan mempunyai kedudukan di sisi sang raja.

Adapun Zaid bin ‘Amr bin Nufail maka dia menahan diri. Dia tidak ikut Yahudi dan tidak ikut Nasrani, namun dia juga tidak mengikuti agama kaumnya. Dia menjauhi berhala. Dia melarang mengubur anak perempuan hidup-hidup. Dia berkata, “Aku menyembah Rabb Ibrahim.” Dia tidak segan mengkritik agama yang dianut oleh kaumnya.

Dari Asma’ binti Abi Bakar رضي الله عنهما, ia berkata, “Aku pernah melihat Zaid bin ‘Amr bin Nufail, seorang laki-laki tua yang telah berumur, dia menyandarkan punggungnya ke Ka’bah. Dia berkata, “Wahai orang-orang Quraisy! Demi Dzat yang jiwa Zaid bin ‘Amr berada di tanganNya, tidak seorang pun dari kalian yang memegang agama Ibrahim selain aku. Ya Allah, seandainya aku mengetahui wajah apakah yang paling Engkau cintai niscaya aku menyembahMu dengannya, tetapi aku tidak mengetahui.” Kemudian dia bersujud sekenanya.”

Ibnu Ishaq رحمه اللهberkata, “Aku diberitahu bahwa anaknya, Sa’id bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail dan ‘Umar bin Al-Khaththab, sepupunya, berkata kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, “Apakah kami boleh beristighfar (memohonkan ampunan kepada Allah) untuk Zaid bin ‘Amr?” Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab,

نعم, فإنه يبعث أمة واحدة

“Ya karena dia akan dibangkitkan sebagai umat sendirian.” [3]

            Zaid bin ‘Amr bin Nufail menjelaskan perpisahan dirinya terhadap agama kaumnya dan apa yang dia dapatkan demi itu:

            Apakah satu Tuhan ataukah seribu Tuhan

            Aku menyembah jika perkara terbagi?

            Aku menunggalkan Lata dan Uzza semuanya

            Begitulah yang dilakukan oleh orang kuat lagi sabar

            Aku tidak menyembah Uzza, tidak pula kedua anaknya

            Aku juga tidak mengunjungi dua berhala Bani ‘Amr

            Aku tidak menyembah Hubal, ia pernah menjadi

            Tuhan kita beberapa waktu, karena akalku berjalan

            Aku heran, siang dan malam hari memang memiliki

            Keajaiban yang diketahui oleh orang yang melihat

            Bahwa Allah telah membinasakan orang-orang

            Dalam jumlah besar, mereka adalah pelaku dosa-dosa

            Dia menyisakan yang lain karena kebaikan suatu kaum

            Lalu dari mereka seorang anak kecil tumbuh dewasa

            Manakala seseorang berhenti sesaat, suatu hari dia bangkit

            Sebagaimana dahan yang kering bersemi oleh hujan

            Akan tetapi aku menyembah Ar-Rahman Rabbku

            Agar Rabb Yang Maha Pengampun mengampuni dosaku

            Jagalah ketaqwaan kepada Allah Rabb kalian

            Selama kalian menjaganya kalian tidak akan merugi

            Kamu melihat rumah orang-orang baik adalah Surga

            Sedangkan Neraka yang panas untuk orang-orang Kafir

            Kehinaan dalam kehidupan, jika mereka mati

            Maka mereka mendapatkan apa yang menyempitkan dada.

            Zaid bin ‘Amr bertekad meninggalkan Makkah untuk melanglang buana mencaru Hanifiyah agama Ibrahim. Tetapi, setiap kali Shafiyyah binti Al-Hadhrami melihatnya bersiap-siap untuk pergi, dia mengadukannya kepada Al-Khaththab bin Nufail.

            Al-Khaththab mencelanya karena dia telah meninggalkan agama kaumnya. Al-Khaththab juga menyiksa Zaid. Dia membawanya ke perbukitan Makkah sampai Hira’ yang menghadap Makkah, lalu Al-Khaththab menugaskan para pemuda Quraisy dan orang-orang bodohnya untuk menjaganya. Dia berkata kepada mereka, “Jangan biarkan dia masuk ke Makkah.” Maka Zaid tidak masuk Makkah kecuali dengan sembunyi-sembunyi. Jika mengetahui hal itu, mereka memberitahu Al-Khaththab sehingga dia mengeluarkannya dan menyiksanya. Al-Khaththab tidak ingin Zaid merusak agama orang-orang Makkah dan tidak ingin ada orang Makkah yang mengikuti Zaid.

            Kemudia Zaid keluar mencari agama Ibrahim عليه السلام. Dia bertanya kepada para Rahib ‘ahli ibadah’ dan para ulama Ahli Kitab, sampai Zaid tiba di Al-Mushil dan seluruh Jazirah. Dia terus melangkah sampai ke Syam. Dia menemui seorang Rahib di Mifa’ah[4] di bumi Balqa’[5].

Comments
All comments.
Comments