“Tidak ada wasiat seseorang di mana dia mewasiatkannya setelah dia wafat yang dilaksanakan selain wasiat Tsabit bin Qais” Tsabit bin Qais al-Anshari, seorang pemuka Khazraj yang terpandang, salah seorang pembesar Yatsrib yang diperhitungkan keberadaannya oleh siapa saja. Di samping itu dia berhati cerdik, responsif, lihai dalam bertutur kata dan bersuara
“Said bin Amir, seorang laki-laki yang membeli akhirat dengan dunia dan mementingkan Allah dan Rasul-Nya diatas selain keduanya.” (Ahli Sejarah) Anak muda ini, Said bin Amir, adalah satu dari ribuan orang yang keluar ke daerah Tan’im di luar Makkah atas undangan para pemuka Quraisy untuk menyaksikan pelaksanaan hukum mati atas
“Ya Allah, limpahkanlah harta dan anak kepadanya dan keberkahan untuknya.” (Di antara doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuknya) Usia Anas masih sangat muda, ketika ibunya al-Ghumaisha’ mentalqinnya dengan dua kalimat syahadat. lbunya mengisi hatinya yang bersih dengan kecintaan kepada Nabiyul Islam Muhammad bin Abdullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka
Malaikat Menaungi Abdullah bin Haram dengan Sayap-sayapnya Jabir berkata, “Ketika ayahku terbunuh dalam perang Uhud, aku membuka wajah ayahku lalu aku menangis. Para sahabat melarangku menangis, sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak berkomentar atas tangisanku itu. Bibiku juga menangisi kematian ayahku. Pada saat itu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
Namanya adalah Sa`d bin Muadz bin an-Nu`man bin Imri` al-Qais al-Asyhali al-Anshâri radhiyallâhu’anhu, seorang Sahabat memiliki kedudukan yang agung. Dia masuk Islam sebelum Hijrah melalui Ibnu Umair radhiyallâhu’anhu. Ia pernah berkata kepada kaumnya, “Ucapan laki-laki dan perempuan kalian haram bagiku hingga kalian masuk Islam. Masuk Islamlah kalian!” Sa`d bin Muadz
Penulis: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar Sebuah peristiwa tragis kembali menimpa kaum muslimin. 70 shahabat pilihan yang merupakan para qurra` (ahli membaca Al-Qur`an, yakni ulama) dibantai dengan hanya menyisakan satu orang saja. Peristiwa ini mengguratkan kesedihan yang mendalam pada diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliaupun mendoakan kejelekan kepada para
Penulis : Al-Ustadz Abu Muhammad Harist Sebuah kisah yang terjadi di masa lampau, sebelum Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan. Kisah yang menggambarkan kepada kita pengertian amanah, kezuhudan, dan kejujuran serta wara’ yang sudah sangat langka ditemukan dalam kehidupan manusia di abad ini. Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari
Umar –radhiyallahu ‘anhu- berdiri di atas mimbar, berkhutbah di hadapan manusia untuk pertama kalinya sejak menjabat sebagai khalifah seraya mengatakan, setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya serta bershalawat kepada Nabi-Nya: “Aku mendapatkan kabar bahwa manusia takut terhadap ketegasanku dan takut terhadap kekerasanku. Mereka mengatakan: ‘Umar bersikap keras kepada kita ketika Rasulullah
Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu “Tidak seorang pun yang mempunyai jasa baik kepada kami melainkan kami telah membalasnya kecuali Abu Bakar, sesungguhnya dia mempunyai jasa mulia, Allah yang akan membalasnnya di hari Kiamat. Aku tidak mengambil manfaat dari harta seseorang seperti aku mengambil manfaat dari harta Abu Bakar. Seandainya