Nu’aim bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu: Ksatria yang Tanggap lagi Cerdik

Nu’aim bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu

“Melalui dirinya, Allah Ta’ala menolong satu pasukan penuh.”

Sesungguhnya Allah menanam untuk agama ini tanaman yang dengannya Dia memuliakan Islam di setiap zaman dan tempat.

Di antara orang-orang yang dengannya Allah menjadikan mereka bermanfaat bagi Islam adalah ksatria kita yang tanggap lagi cerdik ini, orang yang Allah anugerahi kecepatan dalam berfikir [spontanitas] dan amat cerdik.

Sesungguhnya ia adalah Nu’aim bin Mas’ud yang di masa jahiliyah memiliki hubungan yang sangat erat dengan orang-orang Yahudi Bani Quraizhah dan selain mereka.

Ia biasa duduk-duduk di majelis mereka, begadang dan minum-minum bersama mereka. Sementara mereka juga sangat mencintainya dan memberikan kepercayaan penuh kepadanya.

Di waktu yang tepat sesuai dengan waktu yang Allah ta’ala takdirkan, Dia membuka pintu hati Nu’aim untuk menerima hidayah dan dien yang haq ini. Dengan begitu, Nu’aim memulai lembaran baru di hari perang Ahzab, dan mampu menggoreskan di atas kening sejarah lembaran yang tidak akan pernah dilupakan selamanya sepanjang hari dan sepanjang malam.

Sesungguhnya ia adalah lembaran yang cemerlang lagi bersinar. Allah menjadikannya sebagai sebab diselamatkannya seluruh umat terutama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

APA YANG TELAH ENGKAU PERSEMBAHKAN UNTUK DIENULLAH?

Mari merenung bersama saya wahai saudaraku yang mulia, bagaimana. Nu’aim bin Mas’ud mampu menjadi sebab dikeluarkannya [dibubarkannya] sejumlah besar orang-orang yang telah terkonsentrasi untuk menghancurkan Islam dalam perang Ahzab.

Tanyakan kepada diri anda dengan pertanyaan ini, “Apa yang telah engkau persembahkan untuk dienullah?”

Inilah Nu’aim bin Mas’ud, seorang fida-i (pelaku aksi pengorbanan diri) dan ksatria datang kepada Nabi di waktu yang demikian genting dan mencekam di mana hampir membuat jantung-jantung copot dari dada-dada pada perang Ahzab.

Kaum musyrikin telah mengepung kota Madinah dari seluruh penjuru di sekitar parit, sementara di saat-saat yang genting lagi menegangkan ini, orang-orang Yahudi Bani Quraizhah membatalkan perjanjian dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan mereka berubah menjadi ancaman serius dari dalam yang amat berbahaya terhadap kaum wanita dan anak-anak. Mereka telah mengikat janji dengan kaum musyrikin untuk bersama-sama memerangi Muhammad. Inilah tingkah polah orang-orang Yahudi, dan inilah sifat mereka. Orang-orang Yahudi tidaklah pandai selain berkhianat dan membatalkan perjanjian.

Mereka membatalkan perjanjian dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, di saat yang genting.

Dapat anda bayangkan bagaimana kondisi psikis yang menghinggapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para Sahabatnya. Dalam hal ini, Allah Ta’ala telah menyebutnya dengan sifat yang demikian menyentuh dan detail.

Dia berfirman:

“… Dan ketika penglihatan (kalian) terpana dan hati kalian menyesak sampai ke tenggorokan dan kalian berprasangka terhadap Allah dengan bermacam-macam sangkaan. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang dahsyat. Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata, ‘Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami kecuali tipu daya.’” (QS. Al-Alizaab: 10-12)

Bayangkanlah kondisi tersebut! Sungguh saat itu sudah ada yang berani berkata di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami kecuali tipu daya.” Kaum musyrikin mengepung kita sementara orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian dan akan menghancurkan kita dari dalam serta membunuh kaum wanita dan anak-anak kita!

Kondisi yang menegangkan. Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  sampai berdiri seraya bersimpuh ke hadapan Allah Ta’ala:

“Ya Allah, yang menurunkan Kitab, Yang Maha Cepat perhitungannya, hancurkanlah ahzab (kelompok-kelompok itu). Ya Allah, hancurkanlah dan guncangkanlah mereka.”[1]

Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya berada dalam kondisi takut dan tegang sebagaimana yang disebutkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Karena demonstrasi yang ditunjukkan musuh terhadap kaum muslimin dan datangnya mereka untuk menyerang dari bagian atas dan bagian bawah [dari atas bukit maupun lembah], datanglah Nu’aim bin Mas’ud kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah masuk Islam, dan kaumku belum mengetahui keislamanku. Karena itu, perankan aku sesuai keinginanmu.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Sesungguhnya engkau di tengah kami adalah satu orang saja, maka hinakanlah musuh itu dari kami sedapat mungkin, karena perang adalah tipu daya.”

Lalu Nua’im bin Mas’ud pun berangkat hingga mendatangi Bani Quraizhah. Dulu di masa jahiliyah, ia adalah teman bagi mereka. Maka ia berkata, “Wahai Bani Quraizhah, kalian telah mengetahui rasa cintaku terhadap kalian, khususnya apa yang terjadi antara aku dan kalian.” Mereka berkata, “Engkau benar! Engkau bukan orang yang dicurigai di tengah kami.” Lalu ia berkata lagi kepada mereka, “Sesungguhnya Quraisy dan Ghathfan tidaklah seperti kalian. Negeri ini (Madinah) adalah negeri kalian, di dalamnya ada harta, anak-anak dan isteri-isteri di mana kalian tidak mampu berpindah darinya kepada yang lain. Dan sesungguhnya Quraisy dan Ghathfan telah datang untuk memerangi Muhammad dan para Sahabatnya. Kalian telah mendukung mereka melawannya, sedangkan negeri, harta dan istri-istri mereka berada di negeri selainnya (di Makkah, bukan di Madinah-penj). Mereka tidaklah seperti kalian; jika melihat kesempatan, pasti mereka akan memanfaatkannya, dan jika melihat selain itu, mereka akan pergi ke negeri mereka dan membiarkan kalian dan laki-laki itu (Muhammad,) di negeri kalian. Jika laki-laki itu sendirian melawan kalian, niscaya kalian tidak akan mampu melawannya. Karena itu, janganlah berperang bersama kaum itu hingga kalian menjadikan salah seorang tokoh mereka sebagai jaminan sehingga kalian menjadi percaya bahwa kalian berperang melawan Muhammad bersama mereka hingga kalian dapat mengalahkannya.” Mereka berkata kepadanya, “Engkau telah memberikan pendapat yang tepat.”

Kemudian ia (Nu’aim) pergi dari sisi mereka hingga mendatangi kaum Quraisy. Ia berkata kepada Abu Sufyan bin Harb dan tokoh-tokoh Quraisy yang hadir bersamanya: “Kalian telah mengenal betapa aku mencintai kalian dan memusuhi Muhammad. Sesungguhnya telah sampai kepadaku satu masalah yang menurut pendapatku sudah sewajibnya aku menyampaikannya kepada kalian sebagai nasehat untuk kalian. Karena itu rahasiakanlah hal ini dariku.”

Mereka berkata, “Akan kami lakukan.”

Ia berkata, “Tentu kalian sudah tahu bahwa orang-orang Yahudi menyesali apa yang telah mereka perbuat terhadap perjanjian mereka dengan Muhammad, dan mereka telah mengirimkan surat dengan menyatakan, ‘Kami telah menyesali apa yang telah kami lakukan. Apakah kalian setuju apabila kami mengambil untuk kalian para tokoh terkemuka dari kedua suku; Quraisy dan Gathfan, lalu kami menyerahkan mereka kepada kalian, lalu kami memenggal leher mereka, kemudian kami bersama orang-orang yang hidup di antara mereka akan bersama kalian hingga kita dapat melawan mereka semua?’ Lalu dia (Muhammad) mengirimkan surat lagi kepada mereka dengan jawaban, ‘Ya, kami setuju.” Lalu Nu’aim melanjutkan, “Jika .orang-orang Yahudi [Bani Quraizhah] mengirim utusan kepada kalian untuk meminta beberapa jaminan dari orang-orang kalian, maka janganlah kalian menyerahkan seorang pun kepada mereka.”

Comments
All comments.
Comments