Bakhil, Penyakit Mematikan

Di dalam bukunya, Al-Jazâ min Jinsi Al-‘Amal (1/535), Al-Affani menyebutkan kejadian tragis yang dialami oleh orang yang bakhil. Kisah nyata ini memberikan gambaran tentang dampak buruk kebakhilan dan bagaimana akhir kehidupan pelakunya.

Dikisahkan bahwa ada seorang lelaki dari daerah Ahsa’ bercerita, “Aku memiliki seorang tetangga yang bakhil. Ia sudah berusia senja dan rambutnya sudah beruban. Ia tidak memiliki siapa-siapa lagi, tidak memiliki istri, anak dan kerabat. Ia suka menumpuk dan menyimpan hartanya.

Suatu hari, ia terlambat tidak sebagaimana mestinya, dan tidak pergi keluar menuju tokonya. Ia adalah pengrajin sandal dan sepatu. Maka, ketika selesai shalat Isya’, aku mendatangi pintu rumahnya yang hampir sudah miring. Jika ditimpa angin, pintu tersebut pasti akan roboh.

Aku kemudian membuka pintu rumah dan memasukkan kaki kananku. Aku katakan, “Wahai fulan.”

Mendengar suaraku, dia terperanjat, berteriak dan mengumpulkan jari-jarinya sembari berkata, “Celaka kamu, apa yang kamu inginkan? Pergi! Keluar dari sini!”

“Aku datang ingin menjengukmu. Tiga hari ini aku tidak melihat kamu di tokomu.” Kataku. Tetapi ia malah mengusirku dengan buruk.

Karena diusir, aku kemudian keluar. Tetapi aku khawatir dia terkena penyakit atau terjadi apa-apa dengannya. Maka aku kembali untuk kedua kalinya, ternyata dia tengah mengumpulakn emas. Di depannya ada dinar-dinar emas yang berkilauan, dan mengkilap di bawah cahaya lampu. Di sampingnya juga ada minyak. Ia berbicara kepada emasnya, “Duha kekasihku, duhai yang aku habiskan umurku untuk mencarimu, aku akan mati dan meninggalkanmu untuk orang selainku. Tidak, demi Allah, aku tahu bahwa kematianku sudah dekat, dan penyakitku udah kronis, tetapi aku akan menguburkanmu bersamaku.”

Ia kemudian mengambil satu dinar emas, mencelupnya ke dalam minyak, lalu memasukkannya ke dalam mulut, dan menelannya. Ia hampir mati karena terbatuk-batuk akibat menelan dinar tersebut. Tetapi setelah berhasil masuk, ia mengambil nafas dan mengangkat dinar yang kedua. Ia berbicara dengannya dengan sepenuh kerinduan, terpesona dan tergila-gila. Seolah-olah dinar tersebut adalah seorang kekasih yang datang dari tempat yang jauh. Ia kemudian mencelupnya ke dalam minyak lalu memasukkan ke dalam mulut lagi.

Aku kemudian bergumam, “Demi Allah, tidak akan ada yang mengambil harta orang bakhil ini selain seorang pengelana. Pada hari inilah, aku lah yang menjadi si pengelana itu.”

Aku pun menutup pintu rumahnya dan mengikatnya dengan tali.

Setelah berlalu tiga hari, di mana aku yakin dirinya sudah meninggal dunia, aku mendatangi rumahnya. Ternyata benar, ia sudah membatu dan kering di pembaringannya. Ia telah menelan tumpukan emas yang ada di depannya. Aku kemudian mengabarkan kepada manusia agar jenazahnya digotong dan dimandikan.

Orang-orang heran kenapa tubuhnya berat. Mereka mengatakan, “Orang ini hanya tinggal kulit dna tulang, tetapi kenapa berat sekali ya?” Ada yang menjawab, “Itu karena kebakhilannya?” Ada pula yang mengatakan, “Itu karena dosa-dosanya.” Mereka tidak tahu rahasia yang aku ketahui.

Kami pun menguburkannya, sementara aku memberikan tanda di atas kuburnya. Ketika tiba tengah malam, aku datang dengan membawa kapak dan cangkul. Aku pun memulai menggali kuburan, dan mengeluarkan tanahnya. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada seorang pun yang melihatku.

Aku kemudian menyingkirkan bebatuan dari lahat, dan sudah tampak kain kafannya yang putih. Aku merobek kain kafan di bagian perut dengan pisau, lalu aku belah perutnya. Ternyata emas bersinah di bawah kilauan sinar rembulan. Aku pun menjulurkan tangaku untuk mengambilnya, tetapi dinar itu panas seperti bara yang menyala. Seketika aku berteriak dan menarik tanganku. Aku kembalikan lagi bebatuan dan tanah kuburnya seperti semula.

Aku langsung keluar dengan berteriak karena aku tidak pernah mengalami kepedihan yang seperti itu. Aku sudah merendam tanganku di dalam air yang dingin, tetapi selama bertahun-tahun lamanya aku masih merasakan sengatan panasnya, dari satu waktu ke waktu lainnya. Aku berlindung kepada Allah dari kebakhilan dan orang yang bakhil.

Sumber:

Buku 155 Kisah Langka Para Salaf, penerbit Pustaka Arafah, hlm. 215-217

Comments
All comments.
Comments