Pembebasan Mesir

Pada tahun 18 Hijriyah, tentara Islam tertimpa wabah Tha’un Amwas (wabah pes). Banyak tentara Islam yang meninggal dunia di negeri Syam,[1] hingga hampir mencapai dua puluh ribu orang, atau setara dengan dua pertiga tentara Islam yang ada di Syam. Meskipun keadaan seperti itu, tentara Islam tidak berdiam diri dari pembebasan daerah lain. Pada tahun 20 Hijriyah, sesuai dengan pendapat yang paling tepat, Amr bin Al Ash meminta izin kepada Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu untuk melakukan pembebasan kota Mesir. Amr menjelaskan kepada Umar keuntungan Islam dari pembebasan daerah tersebut, juga bahaya yang mengintai jika Mesir masih dibiarkan dalam penguasaan Romawi, utamanya bahaya bagi penduduk Syam. Lalu Umar memberikan izin kepada Amr dan pasukannya untuk melakukan pembebasan Mesir.

Namun setelah tentara Islam bergerak ke menuju Mesir, Umar bin Al Khahththab merasa khawatir terhadap keselamatan tentara Islam. Untuk itu, Umar menuliskan surat kepada Amr bin Al Ash yang isinya, “Jika suratku ini sampai kepadamu sebelum kamu berhasil masuk kawasan Mesir, maka kembalilah ke tempatmu semula. Tetapi jika kamu telah masuk Mesir, lanjutkanlah tugasmu.” Dan surat tersebut akhirnya sampat di tangan Amr ketika dia telah masuk Mesir. Ketika Amr membaca surat itu, Amr langsung bertanya kepada para pengawalnya, “Bukankah kalian tahun bahwa desa ini masuk dalam kawasan Mesir?” mereka menjawab, “Benar sekali.” Maka Amr melanjutkan, “Amirul Mukminin telah memerintahkanku jika surat darinya ini sampai kepadaku sebelum memasuki Mesir, maka aku harus kembali. Tetapi aku menerima surat ini setelah aku memasuki kawasan Mesir, maka marilah kita lanjutkan perjalanan ini dengan berkah dari Allah Ta’ala.”[2]

Tentara Islam masuk ke Mesir melalui tepian pantai dan melewati Arisy dan juga Al Farma, salah satu pankalan militer milik Romawi di sisi timur Mesir. Tentara Islam berperang melawan pasukan Romawi di kota itu selama hampir satu bulan, hingga akhirnya dia berhasil menaklukkannya. Setelah itu, tentara Islam bergerak menuju Balbis, dan setelah berperangn selama kurang lebih satu bulan, tentara Islam berhasil menguasai kota Balbis. Amra bin Al Ash kemudian bersama tentaranya berhasil menaklukkan sejumlah daerah dan benteng milik Romawi, hingga sampai di benteng Babilonia. Benteng Babilonia adalah sejumlah benteng yang dilindungi oleh parit-parit berair. Tentara Islam mengepung benteng itu beberapa bulan. Hal tersebut melemahkan tentara Islam.  Untuk itu Amr bin Al Ash menuliskan surat kepada Umar bin Al Khaththab untuk meminta bantuan.  Umar pun mengirimkan sepuluh ribu orang kepadanya yang dikepalai oleh az Zubair bin Al Awwam, Al Miqdad bin Amr, Ubadah bin ash Shamit, dan Maslamah bin Mukhlad Radhiyallahu Anhum.[3]

Pengepungan tentara Islam masih terus berlangsung juga perundingan antara tentara Islam dan pasukan Persia pun dilakukan. Sementara itu, Muqauqis raja Qibti di Mesir yang membela Romawi berusaha mengetahui bagaimana keadaan tentara Islam, melalui utusan yang disisipkan ke tengah tentara Islam selama beberapa hari. Muqauqis lalu menanyai mereka tentara apa yang telah mereka saksikan tentara Islam, para mata-mata itu menjawab, “Kami melihat kelompok manusia yang memandang kematian lebih menyenangkan daripada kehidupan, kerendahan hati lebih disukai daripada kecongkakan, tidak ada seorang pun dari mereka yang mencintai kehidupan dunia. Mereka duduk di atas tanah dan makan di atas kendaraan mereka, dan pemimpinnya seperti temannya, tidak ada perbedaan antara yang memiliki kedudukan tinggi dan kedudukan yang rendah. Tidak ada tuan dan juga hamba. Jika telah datang waktu shalat, tak seorang pun melalaikannya. Mereka mencuci muka mereka dengan air dan sangat fokus ketika shalat. “ Maka Muqauqis berkata, “Jika mereka berhadapan dengan gunung, tentu mereka dapat melenyapkannya.”[4]

Lalu Muqauqis meminta kepada tentara kaum muslimin untuk mengirimkan utusannya guna berdialog. Maka tentara kaum muslimin mengirimkan utuan di bawah pimpinan Ubadah bin ash Shamit. Muqauqis menerima utusan tersebut dan terjadilah pembicaraan di antara mereka. Dalam pembicaraan itu Muqauqus mencoba menakuti-nakuti dengan menyebutkan kekuatan Persia dan kekejamannya. Ia juga mencoba melemahkan tentara Islam dengan menyebutkan minimnya jumlah personil dan juga persenjataan mereka.

Maka Ubadah bin Ash Shamit berkata kepada Muqauqis, “Oh..janganlah kamu merasa tertipu dengan dirimu sendiri dan dengan teman-temanmu. Kami tidak gentar terhadap semua yang dimiliki pasukan Romawi yang kamu menakuti-nakuti kami denganya, dengan jumlah mereka yang banyak. Dan bahwa kami tidak mampu untuk menghadapi mereka. Demi usiaku, ini bukanlah yang kami takutkan. Bukan pula hal yang mampu memecah belah kami. Seandainya apa yang kamu katakana itu benar, maka Demi Allah, hal itu lebih menyenangkan kami untuk memerangi kalian semua, karena dengan demikian alasan kami menjadi lebih kuat ketika kami menghadap kepada Allah. Dan jika kami semua terbunuh, maka hal itu akan lebih memudahkan kami  untuk mendiami surga-Nya. Dengan memerangi kalian, kami juga akan mendapatkan harta rampasan perang jika kami menang, atau harta rampasan di akhirat yang sama baiknya bagi kami dalam perang. Allah Ta’ala dalam Al Qur’an berfirman:

“Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” [QS.Al Baqarah:249]

Kami hanyalah orang-orang yang berdoa kepada Allah setiap pagi dan sore, agar kami meninggal dalam perang (mati syahid), agar kami tidak dipulangkan ke negeri kami, kepada tanah air kami, keluarga dan anak-anak kami. Tidak ada satu orang pun ragu atas semua itu. Kami semua telah pamit kepada orang tua, keluarga dan anak kami. Tujuan utama kami adalah apa yang ada di hadapan kami.”[5]

Muqauqis tercengang mendengarkan jawaban yang diutarakan oleh Ubadah bin ash Shamit. Dia merasakan kekuatan Islam dan pertolongan Allah yang melindungi mereka. Oleh sebab itu, Muqauqis berniat melakukan perjanjian damai dengan Islam dan mau membayarkan jizyah, meskipun Romawi tidak sudi melakukan perjanjian seperti itu.[6]

Pengepungan benteng terus berlangsung hingga az Zubair bin Al Awwam bersama beberapa orang shahabat berhasil menguasai benteng dengan cara menaiki tembok benteng dengan tangga. Ketika mereka berhasil mencapai puncak tembok, mereka bertakbir dan tentara Islam yang berada di luar benteng pun ikut bertakbir. Musuh pun kaget. Lalu az Zubair bin Al Awwam Radhiyallahu ‘Anhu turun memasuki benteng dan berhasil membukaka pintu gerbang untuk masuknya tentara Islam. Pasukan Persia yang berada di dalam benteng kemudian cepat-cepat ingin berdamai dengan tentara Islam. Mereka juga mengatakan penyerahan diri mereka dan sudi membayar pajak. Salah satu hasil dari penguasaan benteng adalah Islam mampu mengontrol sejumlah besar daerah Mesir, dan menjadi pengadil baik untuk bagian tengah Mesir maupun selatannya.[7]

Dikutip dari: Penaklukan Dalam Islam, DR.Abdul Aziz bin Ibrahim Al Umari, Penerbit Darussunnah

Note:

[1] Untuk menelaah lebih lanjut atas pembebasan Mesir, Lihatlah Ibn Abd Al Hakam: Pembebasan Mesir dan berita-beritanya.

[2] Al Baladzary, Futuh Al Buldan 214, Ibn Salam, Al Muqrizi, Al Mawa’izh

[3] Ath Thabari, Tarikh Ath Thabari, Jilid 4 hal.227, Ibn Al Atsir, Al Kamil 2/534-564, Al Muqrizi, Al Mawa’izh 1/290

[4] Ibnu Taghri Bardi, An Nujum Az Zahirah, Al Muqrizi, Al Mawa’izh wa Al I’tibar 1/290

[5] Al Muqrizi, Al Mawa’izh wa Al I’tibar 1/291

[6] Al Baladzary, Futuh Al Buldan 214, Ath Thabari, Tarikh Ath Thabari4/226, Al Muqrizi, Al Mawa’izh wa Al I’tibar 1/292

[7] Khalifah Ibn Khayyath, Tarikh Khalifah Ibn Khayyath 143, Al Baladziri, Futuh Al Buldan 216, Ath Thabari, Tarikh Ath Thabari 4/230

Comments
All comments.
Comments