Seekor Semut Mengajariku (Pelajaran Kedua)

Perkataan seekor semut ketika Nabi Sulaiman ‘alayhissalam beserta pasukannya akan melintas,

يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لا يَشْعُرُونَ

“Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” {QS. An-Naml: 18.}

PELAJARAN KEDUA: Mendahulukan Kepentingan Publik DI Atas Kepentingan Pribadi.

Semut ini telah menawarkan dirinya kepada bahaya besar, yaitu kaki manusia dan langkah-langkah mereka bagi hewan kecil semut. Semisal puluhan meter, ini pasti sangat berbahaya bagi semut. Resiko yang sewaktu-waktu datang dari kaki manusia atau binatang buas. Seharusnya dalam situasi ini, ia berlari mencari perlindungan dan tidak memperdulikan semut yang lain, tetapi ia memutuskan untuk menyeru memberi peringatan kepada kaumnya untuk menyelamatkan diri mereka. Ini bukti bahwa ia lebih mendahulukan kepentingan kaumnya daripada kepentingan pribadi.

Umat Islam sangat haus kepada semangat ini, yaitu semangat pengorbanan untuk kepentingan ummat, di atas kepentingan pribadi. Ada sebuah pernyataan mengatakan, “Bencana banjir melanda diriku dan orang-orang setelahku, aku berkonsultasi dengan keegoisan diri, namun ia lebih suka mengorbankan kepentingan ummat dan kepentingan bersama.” Semangat itulah yang ada pada diri Imam Ahmad bin Hambal rohimahullaah.

Orang-orang di sekitar kholifah Siyaj adalah kaum mu’tazilah yang menyangkal sifat Al-Kalam dari Allah, dan mengatakan bahwa Al-Quran adalah makhluq. Sedangkan menurut Ahlussunnah wal Jama’ah, Al-Quran adalah Kalam Allah (ucapan Allah) bukan makhluq, sehingga kholifah pun terpengaruh oleh keyakinan mereka kaum mu’tazilah. Lantas berinisiatif menguji dan memaksa manusia dengan mengatakan bahwa Al-Quran adalah makhluq. Barangsiapa mengatakan Al-Quran adalah makhluq maka ia dibebaskan, tapi barangsiapa mengatakan Al-Quran adalah Kalam Allah dan bukan makhluq maka ia disiksa dan dipenjarakan sampai ia mengakui apa yang dia inginkan.

Sebagian ulama menerima pernyataan Al-Quran adalah makhluq sebagai sikap tauriyah dan menyembunyikan kebenaran yang ada dalam hati, kecuali Imam Ahmad, beliau menolak demi menyelamatkan diri. Kemudian meninggalkan aqidah busuk ini (aqidah Al-Quran adalah makhluq) yang menyebar di kalangan orang-orang. Ketika beliau disarankan oleh beberapa ulama untuk menyembunyikan keyakinan dalam hatinya dengan mengungkapkan kebalikannya, maka beliau memerintahkan mereka untuk melihat di luar rumah. Ternyata di luar telah menunggu beribu-ribu orang sambil membawa pena dan botol tinta guna mencatat apa yang akan dikatakan Imam Ahmad tentang Al-Quran, dan beliau mengatakan bahwa, “Jika seorang ulama berbicara Al-Quran adalah makhluq dengan menyembunyikan keyakinan yang sebenarnya dalam hatinya dan orang bodoh tidak mengetahuinya maka kapan lagi kebenaran dapat diketahui?”

Dan Imam Ahmad tetap kokoh sekokoh gunung dangan pendapatnya, bahkan salah satu algojo kerajaan mengatakan, “Aku telah mencambuk Imam Ahmad sebanyak seratus cambukan jika mengenai seekor gajah niscaya ia akan ambruk.” Beliau lebih mementingkan kemashlahatan Ummat dari kemashlahatan pribadinya sendiri hingga datang kepadanya kemudahan dari Robbnya, dan menjadikan namanya harum sepanjang masa.

Alangkah kita membutuhkan semangat itu. Semangat itu kita perlukan untuk membasmi tokoh-tokoh kerusakan, dan menanam benih kebaikan di tanah air tercinta. Kita menginginkan detak jantung yang mencintai ummat serta menjaganya. Kemudian mendahulukan kepentingan ummat dan menaklukkan egoism, agar mau berkorban demi kepentingan orang banyak, semangat inilah yang diajarkan seekor semut itu kepadaku.

Dikutip dari Majalah Qiblati edisi 8 thn. VIII. Artikel “Seekor Semut Mengajariku” Penulis: Adil Manna’.

InsyaAllaah akan bersambung sampai pelajaran kelima

Dipublikasikan kembali: www.KisahIslam.net

Facebook Fans Page: Kisah Teladan & Sejarah Islam

=

Comments
All comments.
Comments