Kisah Musa al Kalim ‘Alahis Salam [Bag.01]

Fir’aun pernah melihat dalam mimpinya seolah-olah ada api yang meluncur dari arah Baitul Maqdis, lalu membakar rumah-rumah kota Mesir dan orang-orang Qibthi, namun tidak membahayakan Bani Israil. Para dukun berkata kepada sang raja, “Anak ini lahir dari kalangan Bani Israil. Ia akan menjadi sebab-sebab kehancuran penduduk Mesir melalui kedua tangannya.”

Maka sang raja pun memerintahkan untuk membunuh semua bayi laki-laki dan membiarkan bayi perempuan hidup. Kemudian, Fir’aun memerintahkan untuk membunuh bayi laki-laki dalam rentang waktu setahun, dan membiarkan mereka hidup (tidak membunuh bayi laki-laki) dalam rentang waktu setahun. Harun dilahirkan pada tahun pembunuhan bayi laki-laki. Allah pun mengilhamkan ke dalam hati ibnu Musa, “Janganlah kamu khawatir dan jangan bersedih, jika Musa pergi maka Allah akan mengembalikannya kepadamu. Dan Allah akan menjadikannya sebagai seorang Nabi yang diutus.”

Sang ibu pun menghanyutkan Musa di sungai Nil. Ia kemudian di pungut oleh para dayang-dayang di dalam sebuah peti yang tertutup. Ketika istri Fir’aun melihatnya, maka timbul rasa cintanya yang mendalam. Tatkala Fir’aun dating dan melihatnya ia memerintahkan untuk membunuhnya, namun istrinya memintanya dari Fir’aun dan melindunginya dengan beralasan, “(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu.” (QS.Al-Qashash: 9).

Fir’aun berkata, “Ia penyejuk mata bagimu, sedang bagiku tidak.” Ketika Musa telah berada di rumah Fir’aun, para dayang hendak memberinya makan dengan susuan, namun Musa tidak mau menetek kepada siapa pun dan tidak mau menerima makanan.

Kemudian, mereka (keluarga Fir’aun) membawa Musa beserta beberapa dukun bayi dan wanita ke pasar dengan harapan mereka mendapatkan orang yang cocok menyusuinya. Hal itu terlihat oleh saudari Musa dan ia menunjukkan kepada mereka tentang seorang ibu penyusu. Lantas mereka pun pergi bersama gadis itu menuju rumah keluarga yang dimaksud, lalu Musa diambil oleh ibunya. Ketika sang ibu menyusuinya, Musa langsung menelan tetek sang ibu dan langsung menyusu. Meliha tkejadian ini mereka pun amat bergembira dan istri Fir’aun menetapkan gaji untuk sang ibu serta memberinya beragam nafkah. Musa tumbuh menjadi pemuda dewasa dengan postur tubuh dan perangai sempurna.

Suatu ketika Musa melihat dua orang laki-laki yang saling memukul dan saling berbantahan. Yang satu dari Bani Israil, sedang yang lainnya dari bangsa Qibthi. Orang Israil itu meminta pertolongan kepada Musa, maka Musa mendekati orang Qibthi tersebut lantas meninjunya dengan kepalan tangannya, lalu matilah orang Qibthi itu. Sebenarnya Musa tidak bermaksud membunuhnya, namun ia hanya sekedar ingin memberinya pelajaran. Sejak saat itu, Musa merasa takut terhadap Fir’aun dan bala tentaranya.

Saat kondisinya seperti itu, ia kembali menyaksikan orang Israil yang ditolongnya kemarin bertengkar dengan seorang Qibthi yang lain. Ketika Musa hendak memukul orang Qibthi tersebut, si Israil menyangka bahwa Musa menuju ke arahnya untuk menghukumnya karena kemaren Musa mencela dengan keras dan berkata kepadan ya< “Kamu benar-benar orang yang sesat.” Maka, ia pun segera berkata, “Hai Musa, apakah kamu bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh manusia.” (QS.al Qashash: 19) Orang Qibthi itu pun pergi dan meminta bantuan Fir’aun untuk menghadapi  Musa.

Kemudian, Musa pergi meninggalkan Mesir berdasarkan nasehat orang yang merasa kasihan kepadanya. Musa keluar dalam kondisi tidak mengetahui arah jalan. Ia berjalan di jalan yang menghantarkannya ke Madyan, kaum Nabi Syu’aib ‘alaihis salam. Di Madyan, Musa mendapati sebuah sumur yang orang-orang berkerumun disekitarnya untuk member minum kepada kambing mereka. Ia juga menyaksikan dua orang gadis yang sedang menghalau kambing-kambing mereka berdua agar tidak berbaur dengan kambing-kambing orang lain. Sudah merupakan kebiasaan para pengembala apabila mereka telah selesai member minum ternak mereka, mereka meletakkan batu besar di mulut sumur. Kemudian dua gadis tersebut bergegas menggiring kambing-kambing mereka agar dapat meminum sisa-sisa air bekas minuman kambing-kambing orang lain. Tatkala Musa dating, ia mengangkat batu besar tersebut seorang diri dan meminumkan kambing-kambing dua gadis tersebut. Amirul Mukminin Umar bin Khaththab berkata, “Batu itu tidak dapat diangkat, kecuali oleh sepuluh orang. Musa hanya mengambil satu timba air yang mampu digunakan  untuk minum ternak-ternak kedua gadis tersebut.” Setelah itu Musa kembali ke tempat yang teduh dan berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS.al Qashash:24) Doa itu terdengar oleh kedua gadis tersebut, lalu keduanya memberitahukan kepada bapaknya perihal Musa ‘alaihis salam. Sang bapak pun menyuruh salah satu dari keduanya untuk dating menemui Musa dan mengundangnya kerumah. Gadis yang ditunjuk pun menuju kepadanya dan berkata, “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan)mu member minum ternak kami.” (QS.al Qashash : 25) Bapak dua gadis itu berkata kepada Musa, “Engkau telah keluar dari wilayah kekuasaan mereka, sekarang engkau tidak lagi berada dinegerinya.”

Bapa tua itu hendak menikahkan Musa dengan salah satu dari dua putrinya dengan syarat ia harus bekerja kepada nya sebagai penggembala kambing selama delapan atau sepuluh tahun. Ketika waktu yang menjadi kesepakatan tersebut berakhir, Musa pergi bersama keluarganya menuju Mesir dengan membawa kambing-kambingnya pada malam gelap-gulita dan dingin. la melihat api yang menyala­-nyala. Ketika Musa menuju api itu, ia berhenti dengan penuh rasa heran. la diajak bicara oleh Rabbnya yang memerintahkannya agar pergi menuju Fir’aun. Musa meminta dukungan kepada Allah dengan saudaranya, Harun, dan Allah mengabulkan permintaan Musa dan menjadikan Harun sebagai rasul bersamanya.

Bersambung insyaallah..

Sumber: Mukhtasar Bidayah wan Nihayah – Ibnu Katsir, Diringkas oleh Syaikh Ahmad Khani, Penerbit Pustaka as Sunnah

Artikel: www.KisahIslam.net

Facebook Fans Page: Kisah Teladan & Sejarah Islam

=

Comments
All comments.
Comments