Juwairiyyah binti al Harits – Memilih Allah dan Rasul-Nya

Beliau adalah Juwairiyah binti al-Harits bin Abi Dhirar bin al-Habib al-Khuza’iyah al-Mushthaliqiyyah. Beliau adalah secantik-cantik seorang wanita. Beliau termasuk wanita yang ditawan tatkala kaum muslimin mengalahkan Bani Mushthaliq pada saat perang Muraisi’

Hasil undian Juwairiyah adalah bagian untuk Tsabit bin Qais bin Syamas atau anak pamannya, tatkala itu Juwairiyah berumur 20 tahun. Dan akhirnya beliau selamat dari kehinaan sebagai tawanan/rampasan perang dan kerendahannya. Beliau menulis untuk Tsabit bin Qais (bahwa beliau hendak menebus dirinya). kemudian mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar mau menolong untuk menebus dirinya. Maka menjadi ibalah hati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat kondisi seorang wanita yang mulanya adalah seorang sayyidah merdeka yang mana dia memohon beliau untuk mengentaskan ujian yang menimpa dirinya. Maka beliau bertanya pada Juwairiyah, “Maukah engkau mendapatkan yang lebih baik dari hal itu?” Maka dia menjawab dengan sopan, “Apakah itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab. “Aku tebus dirimu kemudian aku nikahi dirimu!” Maka tersiratlah pada wajahnya yang cantik suatu kebahagiaan, sedangkan dia hampir-hampir tidak peduli dengan kemerdekaan dia karena remehnya, beliau menjawab, “Mau ya Rasulullah.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Aku telah melakukannya.” [1]

‘Aisyah Ummul mukminin berkata, “Tersebarlah berita kepada manusia bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menikahi Juwairiyah binti at-Harits bin Abi Dhirar. Maka orang-orang berkata, “Kerabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam! Maka mereka lepaskan tawanan perang yang mereka bawa, maka sungguh dengan pernikahan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Juwairiyah menjadi sebab dibebaskannya seratus keluarga dari Bani Mushthaliq. Maka aku tidak pernah mengetahui seorang wanita yang yang lebih berkah bagi kaumnya daripada Juwairiyah.”

Dan Ummul mukminin ‘Aisyah menceritakan perihal pribadi Juwairiyah, “Juwairiyah adalah seorang wanita yang manis dan cantik, tiada seorangpun yang melihatnya melainkan akan jatuh hati kepadanya. Tatkala Juwairiyah meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membebaskan dirinya, sedangkan demi Allah aku telah melihatnya melalui pintu kamarku, maka aku merasa cemburu karena saya menduga bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan melihat sebagaimana yang aku lihat. [2]

Maka masuklah pengantin wanita, Sayyidah Bani Mushthaliq ke dalam rumah tangga nubuwwah. Pada mulanya nama beliau adalah Burrah, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggantinya dengan Juwairiyah, karena khawatir dia dikatakan keluar dari biji gandum .[3]

Ibnu Hajar menyebutkan di dalam Al-Ishabah tentang kuatnya keimanan Juwairiyah radhiyallahu ‘anha. Beliau berkata, “Ayah Juwairiyah mendatangi Rasul dan berkata, “Sesungguhnya anakku tidak berhak ditawan, karena terlalu mulia dari hal itu. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Bagaimana pendapatmu seandainya anakmu disuruh memilih di antara kita, apakah anda setuju?”

“Baiklah”, katanya. Kemudian ayahnya mendatangi Juwairiyah dan menyuruhnya untuk memilih antara dirinya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau menjawab, “Aku memilih Allah dan RasulNya.”

Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa akhirnya ayah beliau yang bernama al-Harits masuk Islam bersama kedua putranya dan beberapa orang dari kaumnya. Ummul Mukminin Juwairiyah wafat pada tahun 50 Hijriyah, ada pula yang mengatakan tahun 56 Hijriyah .[4]

Semoga Allah merahmati Ummul Mukminin Juwairiyah, karena pernikahannya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membawa barakah dan kebaikan yang menyebabkan kaumnya, keluarganya dan orang-orang yang dicintainya berpindah dari memalingkan ibadah untuk selain Allah dan kesyirikan, menuju kebebasan dan cahaya Islam beserta kewibawaannya. Hal itu merupakan pelajaran bagi mereka yang bertanya-tanya tentang hikmah Rasulullah beristri lebih dari satu.

Foot Note:

[1] As Sirah Ibnu Hisyam (II/294), al Ishabah (VIII/43) dan al Istii’ab (IV/1804).

[2] As-Sirah Ibnu Hisyam (11/293), al-Ishabah (VIII/43) dan at-lstii’ab (IV/1804). Hal ini telah disebutkan pula oleh as-Suhaili dalam penjelasannya terhadap as-Sirah, ia berkata, “Adapun pandangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Juwairiyah sehingga beliau melihat kecantikannya, hal itu karena Juwairiyah adalah seorang budak, seandainya dia wanita merdeka, maka beliau tidak akan melihat kecantikannya…lagipula diperbolehkan melihat wanita manakala bermaksud untuk menikahinya. Telah disebutkan bahwa Alaihish Shalatu Wassallam memberi rukhsah untuk memandang wanita manakala bermaksud untuk menikahinya.”

[3] HR. Muslim dari hadits Ibnu Abbas no. 2140. Ahmad dalam al-Musnad (VI/429).

[4] Ath Thabawat Ibnu Sa’ad (VIII/120)

Sumber: Buku ‘Mereka Adalah Para Shahabiyah’, Mahmud Mahdi al Istanbuli & Musthafa Abu An Nashir Asy Sylabi, Penerbit at Tibyan.

Artikel: www.KisahIslam.net

Facebook Fans Page: Kisah Teladan & Sejarah Islam

=

Comments
All comments.
Comments