Biografi Ulama Tabi’in: Sa’id bin Musayyib [Bagian 02]

1. Nama, Panggilan, Kelahiran dan Sifatnya

Namanya: Said bin Al-Musayyib bin Hazn bin Abi Wahb Ibnu Amr bin A’id bin Imran bin Makhzum Al-Qurasy Al-Makhzumi Al-Madani. Dia adalah pembesar para tabi’in.

Kunyah atau Panggilannya: Abu Muhammad.

Ibnu Sa’ad pernah meriwayatkan dengan sanadnya dari Ali bin Zaid dari Said bin Al-Musayyib bin Hazn, dia berkata, “Sesungguhnya kakeknya yang bernama Hazn datang menghadap Rasulullah dan beliau pun menanyai sang kakek, “Siapa namamu?” Hazn menjawab, “Aku Hazn.” Beliau berkata, “Tidak! Kamu adalah Sahl!” Dia berkata, “Wahai Rasulullah, memang itulah nama yang diberikan oleh kedua orangtuaku kepadaku, sehingga aku pun dikenal di kalangan masyarakat dengan sebutan nama itu.” Said selanjutnya berkata, “Rasulullah pun lalu terdiam.”

Said berkata, “Hingga saat ini kami masih dikenal oleh Ahlul-bait dengan nama atau sebutan Al-Hazunah (keturunan Hazn).”[1]

Aku katakan, “Biografinya merupakan bukti kongkret atas kebenaran cerita di atas, Wallahu A’lam.”

Kelahirannya: Adz-Dzahabi berkata, “Dia dilahirkan pada saat pemerintahan Khalifah Umar bin Al-Khathab berjalan dua atau empat tahun.”[2]

Ada juga yang mengatakan bahwa dia dilahirkan dua tahun sebelum  pemerintahan Khalifah Umar bin Al-Khathab    berlangsung.

Ibnu Sa’ad berkata, “Muhammad bin Umar mengatakan bahwa Muhammad bin Umar pernah berkata, “Demi Allah, apa yang aku tahu dan disaksikan juga oleh banyak orang adalah dia –Said bin Al-Musayyib- dilahirkan setelah pemerintahan Umar bin Al-Khathab berjalan selama dua tahun.”

Ada yang mengatakan bahwa dia telah mendengar hadits darinya. Akan tetapi aku (penulis) tidak melihat para ulama (para perawi) mendukung pernyataan ini walaupun mereka banyak meriwayatkan hadits darinya.”[3]

Sifat-sifatnya: Dari Imran bin Abdul Malik, dia berkata, “Said bin AlMusayyib berkata, “Aku tidak pernah merasa takut kepada sesuatu pun seperti ketakutanku pada wanita.” Perawi selanjutnya berkata, “Orang-orang yang mendengarnya selanjutnya mengatakan, “Sesungguhnya orang seperti Anda tidak pernah menginginkan wanita (untuk dinikahi) dan tidak ada wanita yang mau mengawini Anda.” Dia berkata, “Memang itulah yang aku katakan kepada kalian.”

Selanjutnya perawi berkata, “Dia adalah seorang yang tua renta dan kabur penglihatannya.” [4]

Dari Abu Al-Ghushn, dia berkata bahwa dia melihat Said bin AlMusayyib dengan rambut beruban dan jenggotnya yang memutih.”[5]

Dari Muhammad bin Hilal, dia berkata bahwa dia pernah melihat Said bin Al-Musayyib dengan penglihatannya yang rabun, dia memakai kopiah halus dan surban berwarna putih, dan terdapat pula bendera warna merah yang membentang sejengkal di belakangnya.”[6]

2. Sanjungan Para Ulama Terhadapnya

Dari Makhul, dia berkata, “Aku telah menjelajahi seluruh pelosok negeri di bumi ini dalam mencari ilmu, dan aku belum pernah menjumpai seorang pun yang lebih lugs wawasannya dari Said bin Al-Musayyib.” [7]

Ali bin al-Madini berkata, “Aku belum menemukan para tabi’in yang lebih luas wawasannya dari Said bin Al-Musayyib. Menurutku, dia adalah Tabi’in yang paling terhormat dan mulia.”[8]

Ahmad bin Abdullah Al-‘Ajali berkata, “Said bin Al-Musayyib adalah seorang yang saleh, ahli fikih dan tidak mau mengambil begitu saja suatu pemberian (hadiah). Dia pernah mempunyai barang perniagaan senilai 400 dinar, dengan jumlah itu ia berdagang minyak. Dia adalah seorang yang buta sebelah matanya.”[9]

Abu Zur’ah berkata, “Dia termasuk orang yang mudah bergaul, berasal dari suku Quraisy dan dapat dipercaya. Selain itu, Said juga seorang imam.”[10]

Abu Hatim berkata, “Tidak ada orang yang lebih mulia di kalangan tabi’in dari Said bin Al-Musayyib. Dia adalah orang yang paling shahih meriwayatkan hadits-hadits yang berasal dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.” [11]

Dari Maimun bin Mihran, dia berkata, “Aku pernah datang ke kota Madinah, lalu aku bertanya mengenai orang yang paling luas wawasan fikihnya di antara mereka, kemudian aku pergi menemui Said bin Al Musayyib dan bertanya kepadanya.”[12]

Dari Makhul, dia berkata, “Ketika Said bin Al-Musayyib meninggal dunia, banyak orang yang melayatnya, tidak seorang pun dari masyarakat yang enggan datang ke pengajiannya. Aku melihat dia sebagai seorang pejuang. Makhul juga mengatakan, “Selama Said berada di antara mereka, maka mereka akan selalu dalam kebaikan.”

Al-Qasim bin Muhammad pernah bertanya tentang suatu permasalahan, lalu dikatakan kepadanya, “Sesungguhnya Said bin Al-Musayyib pernah mengatakan tentang masalah ini dengan jawaban begini, dia mengatakan maksud dari masalah tersebut.” Kemudian Al-Qasim berkata, “Dia adalah orang yang terbaik di antara kami dan merupakan tuan kami.”

Muhammad bin Umar berkata, “Dia adalah pembesar kami dan guru kami.”[13]

Bersambung..

Foot Note:

[1] Thabaqat Ibnu Sa’ad 5/119.

[2] Tarikh Baghdad 6/371.

[3] Thabaqat Ibnu Sa’ad 5/119.

[4] Ibid. 5/36 dan Siyar A’lam an Nubala’ 3/241.

[5] Thabaqat Ibnu Sa’ad 5/140 dan Siyar A’lam an Nubala’ 4/244.

[6] Thabaqat Ibnu Sa’ad 5/135 dm Siyar A’lam an Nubala’ 4/242.

[7] Tarikh Al-Islam 6/372.

[8] Ibid. 6/373.

[9] Tandzib AI-Kamal 11/74.

[10] Ibid. 11/74,

[10] Ibid. 11/74.

[11] Thabaqat Ibnu Sa’ad 2/381

[12] Ibid. 2/382

[13] Ibid.2/380

Artikel: www.kisahislam.net

Facebook Fans Page: Kisah Teladan & Sejarah Islam

=

Comments
All comments.
Comments