Biografi Ulama Tabi’in: Sa’id bin Musayyib [Bagian 01]

Tokoh kita kali ini adalah salah seorang yang berpengetahuan luas dan yang biografinya pantas kami ketengahkan. Memang dia tidak begitu terkenal di kalangan khalayak umum, akan tetapi karena kepakaran ilmunya, dia bisa dikenal di kalangan intelektual dan para cendikia.

Dialah pembesar para tabi’in Said bin Al-Musayyib. Dia sezaman dengan para sahabat senior Rasulullah yang di antaranya; Umar bin Al-Khathab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Sayyidah Aisyah dan Ummu Salamah Ridhwanullah Alaihim Ajma’in. Dia sangat kuat dalam menghafal, selain juga cerdas, wira’i dan berani untuk memperjuangkan kebenaran yang diyakininya.

Said adalah seorang yang bersabar atas segala cobaan dan musibah yang dialaminya dalam rangka membela agama Allah subhanahu wa ta’ala.

Ketika Ibnu Umar melihatnya, maka ia berkata, “Kalaulah Rasulullah melihatnya, maka niscaya beliau akan merasa senang.”

Dalam buku biografinya, Abu Nu’aim mengatakan tentang diri Said, “Adapun Abu Muhammad Said bin Al-Musayyib bin Hazan Al-Makhzumi adalah termasuk orang yang diuji kesabaranya oleh Allah. Walau seberat apapun ujian yang diberikan kepadanya, dia tetap tidak mau mencela ataupun mengumpat-Nya. Dia termasuk orang yang rajin beribadah dan shalat berjamaah; mampu menjaga diri dan martabatnya, kewara’annya dan bersikap menerima apa adanya (qana’ah).

Sikap dan perilakunya memang sesuai dengan namanya (Said berarti bahagia). Dia merasa bahagia dengan tetap tunduk dan taat kepada Allah ta’ala, dan menjauhi kedurhakaan serta kebodohan.”[1]

Untuk menjelaskan luasnya wawasan dan ilmu pengetahuannya, cukuplah dengan sebuah kisah tentang Ibnu Umar yang pernah bertanya kepada Said tentang satu keputusan yang telah dikeluarkan ayahnya Umar bin Al-Khathab karena Said adalah orang yang paling tahu tentang keputusan-keputusan yang telah diambil Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Al-Khathab dan Utsman bin Affan Ridhwanullah Alaihim Ajma’in.

Dia juga seorang perawi yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah sehingga Abu Hurairah pun menikahkan Said dengan puterinya.

Dia tidak pernah ketinggalan shalat berjamaah selama 40 atau 50 tahun, juga tidak pernah melihat punggung orang-orang yang sedang shalat karena dia selalu di barisan terdepan.

Dari Amr bin Dinar, dia berkata, “Ketika Zaid bin Tsabit meninggal dunia, Ibnu Abbas berkata, “Beginilah hilangnya ilmu pengetahuan.” Mendengar itu, Said berkata, “Begitu juga dengan meninggalnya Ibnu Abbas.” Mendengar itu, Ibnu Abbas mengatakan, “Begitu juga dengan meninggalnya Said bin Al-Musayyib.”[2]

Dalam kitab, Ats-Tsiqat-nya, Ibnu Hibban mengatakan, “Dia termasuk pembesar tabi’in karena kefakihan, kewara’an, ibadah dan kemuliaannya. Dia merupakan ulama fikih paling terkenal di negeri Hijaz dan yang paling bisa diterima pendapatnya oleh khalayak umum. Selama 40 tahun, dia selalu menunggu datangnya panggilan adzan di masjid untuk melakukan shalat berjamaah.”[3]

Disamping terkenal tegas dan tidak mudah tunduk pada kemauan para penguasa, dia adalah seorang yang lembut dan mengedepankan rasa persaudaraan dalam pergaulan dengan sesama, apalagi dengan orang-orang yang saleh dan bertakwa.

Dia tidak mau keluar dari masjid jika hanya untuk memenuhi panggilan Khalifah Abdul Malik bin Marwan yang ingin berbincang dengannya, begitu juga kepada puteranya, Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik. Bahkan, Said menolak lamaran Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk puteranya Al Walid, sehingga Said pun menerima hukuman dan siksaan. Dia menikahkan putrinya dengan salah satu muridnya yang bernama Ibnu Wada’ah dengan maskawin uang dua atau tiga dirham.

Selain itu dia juga menolak untuk membaiat (menyatakan ketaatan dan kesetiaannya) kepada kedua putera Abdul Malik yaitu Al-Walid dan Sulaiman bin Abdul Malik menjadi putera mahkota untuk menggantikannya kelak. Semoga Allah ta’ala memberikan rahmat yang luas kepadanya dan memberikan tempat di surga-Nya yang paling tinggi.

Semoga shalawat dan salam selalu melimpah kepada Rasulullah anggota keluarga dan para sahabat semuanya.

Bersambung..

Foot Note:

[1] Hilyatul ‘Auliya 2/161.

[2] Tahdzib al-Kamal 11/75.

[3] Ats-Tsiqat karya Ibnuibban 4/274.

Artikel: www.kisahislam.net

Facebook Fans Page: Kisah Teladan & Sejarah Islam

Silahkan di Share, Copas, Dan Lain-Lain, Dengan Tetap Mencantumkan Sumbernya.

=

Comments
All comments.
Comments