Biografi Ulama Tabi’in: Masruq bin Al-Ajda’ [Bagian 02]

3. Ibadahnya

Dari Ibrahim bin Muhammad bin Al-Muntasyir, dia berkata, “Masruq memasang penutup antara dia dengan anggota keluarganya ketika shalat agar khusyuk dalam shalatnya, meninggalkan mereka dan dunia mereka.”[1]

Anas bin Sirin dari isteri Masruq, dia berkata, “Masruq banyak melakukan shalat hingga kedua kakinya membengkak. Seringkali aku duduk di belakangnya sambil menangis karena tidak tega melihat apa yang dilakukannya

Dari Fithr bin Khalifah dari Asy-Sya’bi, dia berkata, “Masruq bin Al-Ajda’ jatuh pingsan saat dia menjalankan puasa pada musim kemarau. Sayyidah Aisyah isteri Rasulullah telah mengangkatnya sebagai anak, hingga dia pun (Masruq) memberikan nama kepada puterinya dengan nama Aisyah. Dia tidak pernah memarahi puterinya itu sedikitpun. Perawi melanjutkan ceritanya berkata, “Kemudian puterinya itu datang kepadanya dan berkata, “Wahai Ayah, makan dan minumlah!” Dia menjawab, “Apa yang kamu inginkan dariku wahai puteriku? Sang puteri berkata, “Aku hanya kasihan melihat ayah.” Dia berkata, “Wahai puteriku, aku hanya ingin mendapatkan kasih sayang dari Allah di hari yang jaraknya mencapai lima puluh ribu tahun (satu hari lamanya sama dengan lima puluh ribu tahun –Hari Kiamat-).”[3]

Dari Abu Ishaq, dia berkata, “Ketika Masruq menjalankan ibadah haji, dia tidak pernah tidur kecuali dalam keadaan bersujud.”[4]

Ibrahim bin Muhammad bin Al Muntasyir berkata, “Suatu ketika Khalil bin Abdullah bin salah seorang pembesar di Bashrah memberikan hadiah uang kepada Masruq sebanyak tiga puluh ribu dinar. Meski saat itu dia sangat membutuhkannya, namun dia tidak menerimanya.”

Abu Ishaq As-Subai’i berkata, “Masruq menikahkan puterinya dengan Sa’ib bin Al-Aqra’ dengan mas kawin sepuluh ribu dinar yang diberikan Sa’ib kepadanya. Lalu, uang sebanyak itu dipergunakan Masruq untuk membiayai para pejuang Islam dan menyantuni fakir miskin.”[5]

Dari Al-A’masy bin Abi Adh-Dhuha, dia berkata, “Masruq banyak bangun malam dan melakukan shalat layaknya seorang rahib. Dia pernah berkata kepada keluarganya, “Sebutkanlah semua kebutuhan kalian kepadaku sebelum aku melakukan shalat (agar tidak terganggu dalam shalatnya).”

Dari Said bin Jubair, dia berkata, “Masruq pernah menemuiku dan dia berkata, “Wahai Said, tidak ada satupun sesuatu yang dapat menyenangkanku, kecuali membenamkan wajah kita dalam tanah berdebu.”[6]

4. Sikapnya Terhadap Fitnah

Dari Asy-Sya’bi, dia berkata, “Ketika ada seseorang berkata kepada Masruq, “Anda telah terlambat mengikuti pasukan Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu, dan terlambat ikut dalam pertempurannya.” Sepertinya orang itu ingin berdebat dengannya tentang masalah ini, maka dia berkata, “Demi Allah, aku ingatkan kepada kalian, tidakkah kalian tahu ketika kalian saling mempersiapkan bala tentara dengan persenjataan lengkap untuk saling berperang, pada saat itu pula Allah membukakan pintu langit dan kalian melihatnya, kemudian malaikat pun turun, hingga ketika berada di antara pasukan dari kedua belah pihak, malaikat itu berkata,

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling, memakan harta  sesama kalian dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian.  Dan janganlah kalian membunuh diri kalian. Sesungguhnyanya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. ” (An-Nisaa’: 29)

Apakah hal itu merupakan penghalang di antara kalian?” Mereka berkata, “Ya,” dia berkata, “Demi Allah, sesungguhnya Allah telah membukakan pintu langit (memberikan solusi) bagi permasalahan ini. Allah telah mengutus malaikat yang mulia melalui perkataan Nabi kalian (Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam dengan wahyu yang diterimanya), dan sesungguhnya itulah pengadilan yang terdapat dalam lembaran-lembaran (Al-Qur’an) yang tidak akan ada yang dapat mengganti ataupun merubahnya.”[7]

Adz-Dzahabi berkata, “Waki’ pernah berkata, “Ada beberapa orang yang pernah ketinggalan dari pasukan Ali bin Abi Thalib yang di antaranya adalah; Masruq bin Al-Ajda’, Al-Aswad, Ar-Rabi’ bin Khutsaim dan Abu Abdurrahman As-Sulami.

Ada yang mengatakan bahwa dia ikut datang dalam perang Shiffin, namun di sana hanya memberikan wejangan dan mauizhah dan tidak ikut berperang.

Ada juga yang mengatakan bahwa dia ikut serta dalam perang Haruriyah bersama Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu,dan dia meminta maaf atas keterlambatannya bergabung bersama Imam Ali bin Abi Thalib. [8]

5. Kewara’an dan Kezuhudannya

Dari Ibrahim bin Muhammad bin Al-Muntasyir dari ayahnya dari Masruq, dia berkata, “Sesungguhnya dia tidak pernah mengambil bayaran dari pekerjaannya sebagai hakim. Dia berpedoman pada firman Allah,

“Sesungguhnya Allah membeli jiwa raga orang-orang yang beriman dan harta benda mereka dengan surga.”[At Taubah : 111] [9]

Dari Al-A’masy dari Abu Adh-Dhuha, dia berkata, “Masruq pemah pergi selama dua tahun. Ketika dia datang dari perantauannya itu, keluarganya memandang kopor yang dibawanya, lalu mereka menemukan sebuah kapak di dalamnya, sehingga mereka berkata, “Kama merantau selama dua tahun lalu datang dengan kapak tanpa pegangan (disangka bahwa mendapatkannya adalah dengan jalan yang tidak benar).” Dia berkata, “Subhanallah, aku meminjamnya dan lupa mengembalikannya.”[10]

Abu Adh-Dhuha berkata, “Pada suatu ketika Masruq pernah ditanya mengenai bait-bait syair, kemudian dia berkata, “Aku tidak suka jika dalam kitabku terdapat bait-bait syair.”[11]

Dari Ibrahim bin Muhammad bin Ibrahim bin Al-Muntasyir, dia berkata, “Masruq setiap hari Jum’at mengendarai keledainya dan aku membonceng­nya di belakang. Dia membawa serta sapu yang sudah tua ke kebun lalu berkata, “Dunia ini ada di bawah (penguasaan/pengelolaan) kita.”[12]

Dari Hamzah bin Abdullah bin Utbah bin Masud, dia berkata, “Ada seseorang yang mengatakan kepadaku bahwa Masruq pernah membawa keponakannya ke Kufah, kemudian dia berkata, ”Tidakkah kalian ingin aku beritahukan tentang dunia? Dunia adalah apa yang mereka makan lalu habis, yang mereka pakai lalu rusak, yang mereka kendarai lalu binasa, mereka mengalirkan darah, melanggar kehormatan dan memutuskan hubungan silaturrahim di antara mereka.” [13]

Bersambung…

Foot Note:

[1] Hilyah Al Auliya’ 3/96.

[2] Tahdzib Al Kamal 27/455.

[3] Tarikh Baghdad 13/234.

[4] Hilyah Al Auliya’ 2/95.

[5] Siyar A’lam An Nubala’4/66.

[6] Hilyah al Auliya’ 2/96

[7] Thabaqat Ibnu Sa’ad 4/67.

[8] Siyar A’lam an Nubala 4/67

[9] Hilyah al Auliya’ 2/96

[10] Siyar A’lam an Nubala 4/66

[11] Ibid 4/96

[12] Hlyah Al Auliya’ 2/96

[13] Ibid 2/96-97

Sumber: Biografi 60 Ulama Salaf, Syaikh Ahmad Farid

Artikel: www.kisahislam.net

Facebook Fans Page: Kisah Teladan & Sejarah Islam

Silahkan di Share, Copas, Dan Lain-Lain, Dengan Tetap Mencantumkan Sumbernya.

=

Comments
All comments.
Comments