Yazid bin Abdul Malik 101-105 H

Ia adalah Yazid bin Abdul Malik bin Marwan bin Al-Hakam, Abu Khalid Al Qurasyi Al-Umawi. Amirul Mukminin. Ibunya bernama Atikah binti Yazid bin Muawiyah. Dibaiat sebagai khalifah setelah Umar bin Abdul Aziz pada bulan Rajab tahun 101 H.[511] Yazid II ini dilahirkan di Damaskus tahun 71 atau 72 H. Sebelum menjabat sebagai khalifah, ia banyak berinteraksi dengan para ulama.

Pada suatu ketika, Yazid II menghadiri majlis Makhul Ad-Dimasyqy. Para jamaah bermaksud memberikan tempat untuknya. Melihat reaksi jamaahnya atas kedatangan Yazid II, Makhul berkata, “Biarkanlah ia duduk di bagian terbelakang majelis ini dan belajar tawadhu’ (rendah hati).”[512] Tampak bahwa Yazid II memiliki kecenderungan pada keadilan dan istiqamah. Ia sebenarnya ingin meneladani Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz, tetapi para penasehatnya yang buruk tidak membiarkan itu terjadi, sehingga ia menyimpang dari strategi dan kebijakan Umar bin Abdul Aziz. Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan, “Ketika menjabat sebagai khalifah, ia bertekad untuk meneladani sikap dan perjalanan hidup Umar bin Abdul Aziz. Namun, para penasehatnya yang buruk tidak membiarkan itu terjadi. Mereka membuatnya memandang baik kezhaliman. Harmalah berkata, ‘Dari Ibnu Wahb, dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, ia bercerita:

Ketika Yazid II menjabat sebagai khalifah, ia berkata, “Berjalanlah sesuai dengan perjalanan hidup Umar.” Ia pun tetap demikian selama empat puluh hari. Setelah itu ia mengundang empat puluh orang syaikh, lantas mereka memberikan kesaksian baginya bahwa para khalifah tidak akan dihisab ataupun diazab.”[513]

Apabila riwayat ini benar, berarti para syaikh itu bukanlah ulama sejati yang diakui pengetahuan dan kebaikannya. Mereka itu hanyalah ulama yang sesat dan menyesatkan. Saya pribadi tidak yakin kebodohan menghinggapi Yazid II hingga separah itu–padahal ia banyak berinteraksi dengan para ulama sebagaimana yang dikemukakan Ibnu Katsir-sampai-sampai ia memercayai kesaksian ngawur itu dan tidak menyadari bahwa para khalifah dan selain berkedudukan sama di hadapan Allah kelak, bahkan hisab para khalifah jauh lebih berat karena tanggung jawab mereka lebih besar.

Kalaupun kisah ini kita abaikan, sumber-sumber sejarah membuat kita yakin bahwa Yazid II tidak memiliki orang-orang dalam yang saleh dalam pemerintahannya, Juga, tidak seperti Raja` bin Haiwah, Mazahim, Maimun bin Mahran, dan As-Sadi sewaktu menjadi penasehat Umar bin Abdul Aziz. Tidak seorang pun mengingkari besarnya pengaruh lingkungan dan teman bergaul terhadap para penguasa.. Penguasa adalah manusia biasa yang diperebutkan banyak kepentingan. Apabila ada orang yang mengingatkannya akan besarnya tugas dan tanggung jawabnya, serta membuatnya takut terhadap pertanyaan Allah kepadanya di Hari Kiamat mengenai urusan umat Islam, biasanya jiwa positifnya akan bangkit.

Pernyataan ini dipertegas dengan kisah Umar bin Hubairah (gubernur Irak yang diangkat Yazid II) ketika ia memanggil Asy-Sya’bi, Ibnu Sirin, dan Al-Hasan Al-Bashri. Kepada mereka, ia berkata, “Yazid bin Abdul Malikadalah khalifah Allah yang diangkat-Nya atas para hamba-Nya, mengambil sumpah mereka untuk loyal kepadanya, dan mengharuskan kita untuk mendengar perintahnya dan patuh. Ia telah mengangkatku sebagaimana yang kalian lihat. Ia mengirimkan surat kepadaku berisi perintah yang harus kulaksanakan. Aku pun mengikuti perintahnya itu. Bagaimana pendapat kalian?” Ibnu Sirin dan Asy-Sya’bi mengutarakan jawaban yang mengandung taqiyah (tidak terus terang karena takut dihukum, Ed). Lantas Umar bin Hubairah berkata,

“Bagaimana pendapatmu wahai Hasan?” Al-Hasan menjawab, “Wahai Ibnu Hubairah, takutlah terhadap Allah di jalan Yazid dan jangan takut terhadap Yazid di jalan Allah, karena Allah dapat melindungimu dari Yazid, sedangkan ia tidak dapat melindungimu dari Allah. Aku khawatir kalau-kalau Allah mengutus malaikat-Nya kepadamu lalu menurunkanmu dari singgasanamu, kemudian mengeluarkanmu dari luasnya istanamu menuju sempitnya lobang kuburmu, lantastiada yang dapat menyelamatkanmu kecuali amalmu. Wahai Ibnu Hubairah, engkau kuperingatkan jangan sampai mendurhakai Allah, karena Allah menjadikan kekuasaan ini sebagai penolong bagi agama Allah dan para hamba-Nya. Maka, jangan sampai engkau meninggalkan agama Allah dan hamba-hamba-Nya dengan kekuasaan Allah itu, karena tiada ketaatan pada makhluk dalam mendurhakai Sang Khaliq.”

Al-Mas’udi–perawi kisah ini-berkata, “Riwayat ini menyebutkan bahwa Ibnu Hubairah memberi mereka semua hadiah, dan melipatgandakan hadiah bagi Al-Hasan. Lantas Asy-Sya’bi berucap, “Kami telah menyeleksi, kami pun akhirnya diseleksi.”[514]

Memang benar, tanggung jawab para ulama sangatlah besar. Apabila mereka saleh maka mereka dapat memperbaiki para umara (pemimpin). Apabila para umara saleh maka urusan rakyat menjadi baik. Andaikan di setiap waktu dan tempat ada ulama sekelas Al-Hasan Al-Bashri yang berani menghadapi penguasa dengan nasehat yang tulus dan kata-kata kebenaran, tentulah tidak ada penguasa yang berani berbuat zhalim terhadap seorang pun. Sebab, keberadaan para ulama yang saleh seperti itu mendorong masyarakat menuntut hak-hak mereka, dan membuat mereka tidak tunduk pada kezhaliman. Bukti-bukti sejarah tentang hal itu sangatlah banyak. Dalam situasi dan kondisi ini, para penguasa tidak mempunyai pilihan selain memperhatikan kehendak rakyatnya.

Berikut ini saya kemukakan riwayat lain guna memperkuat kebenaran pernyataan tadi, yang juga berlatar belakang era Yazid II. Alkisah, seorang tokoh bernama Yazid bin Abu Muslim menjabat sebagai kepala daerah Ifriqiyyah (Tunisia sekarang). Ia-sebagaimana dikemukakan Ibnu Idzari banyak berbuat aniaya dan menipu.[515] Warga pun tidak tahan menghadapi kezhalimannya sehingga akhirnya mereka membunuhnya, lantas mereka mengirim surat kepada Yazid II: “Kami tidak menarik ketaatan kami, tetapi Yazid bin Abu Muslim menyajikan kepada kami hal-hal yang tidak disenangi Allah dan umat Islam. Kami pun membunuhnya. Maka, kirimkanlah pejabatmu kepada kami.”Yazid II membalasnya, “Aku juga tidak senang dengan kelakuan Yazid bin Abu Muslim. Aku pun mengangkat Muhammad bin Yazid untuk menggantikannya.”[516]

Muhammad bin Yazid ini adalah tokoh yang diangkat Sulaiman bin Abdul Malik setelah berkonsultasi dengan Raja` bin Haiwah–sebagaimana telah saya kemukakan dalam biografi Sulaiman bin Abdul Malik. Riwayat barusan menegaskan bahwa Yazid II tidak diberi taufik dalam memilih orang-orang dalam yang saleh guna memperkuat dorongan jiwanya untuk berbuat baik dan mengarahkannya ke jalan petunjuk yang dicontohkan pendahulunya yang agung, Umar bin Abdul Aziz.

Yazid II sebenarnya memiliki naluri yang baik dan ketegasan, sebagaimana yang dikemukakan Ibnu Katsir.517 Ia pun memiliki kisah-kisah yang bagus, sebagaimana diriwayatkan Al-Mas’udi.[518] Namun, ketidakberuntungannya menjerumuskannya ke dalam komunitas orang-orang dalam yang buruk dan lebih dominan daripada orang-orang yang saleh. Atau, dengan kata lain, Yazid II tidak memiliki imunitas kuat yang dapat menghalanginya dari gemerlapnya godaan dunia. Akibatnya, ia tidak mampu bertahan menghadapinya, lantas menyerah pada hawa nafsu, hura-hura, dan kesenangan. Dalam hal ini, ada sebuah riwayataneh yang tidak sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang khalifah ataupun kewibawaannya, terutama sebagai pemimpin yang tampil setelah Umar bin Abdul Aziz. Pastilah masyarakat membandingkan antara kondisi kemarin (keadilan Umar dan istiqamahnya) dan kondisi Yazid II kini yang menjadi tawanan para biduanita dan gundik-gundiknya.[519] Bahkan kisahnya bersama dua orang gundiknya, Hubabah dan Salamah, telah menutupi seluruh perjalanan sejarahnya. Riwayat-riwayatitu menyebutkan bahwa Yazid II meninggal dunia karena terlalu berduka atas kematian Hubabah gundiknya. Ia hanya bertahan hidup selama sepekan saja sesudahnya.[520]’

Comments
All comments.
Comments