Antara Sa’id bin Jubair & Al-Hajjaj Ats-Tsaqafi

Benteng01Al-Hajjaj bin Yusuf adalah seorang fasik dari suku Tsaqif, gubernur dari Raja Abdul Malik menyukai hal yang syubhat-syubhat dan mencari orang-orang yang menentang hukum pemimpin dan rajanya di seluruh wilayah Islam. Diapun menimpakan bencana kepada para penentang pemerintah tanpa belas kasihan dan tanpa rasa takut terhadap Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa.

Khalid bin Abdul Malik Al-Qusari gubernur kota Makkah Al-Mukarramah mengetahui keberadaan Ibnu Jubair di wilayahnya, lalu memerintahkan untuk menangkap Ibnu Jubair dan memenjarakannya. Dan dia ingin segera menyelesaikan masalah Ibnu Jubair. Maka dikirimlah Ibnu Jubair kepada Al-Hajjaj bin Yusuf bersama Ismail bin Wasith Al-Bajali.

Al-Hajjaj bertanya, “Siapa namamu?”

Sa’id menjawab, “Sa’id bin Jubair.”

Al-Hajjaj berkata: “Kamu adalah orang yang celaka anak dari orang yang binasa.”

Sa’id menjawab, “Ibuku lebih tahu dengan namaku daripada dirimu.”

Al-Hajjaj berkata, “Celakalah ibumu dan celakalah dirimu.”

Sa’id berkata, “Bukan dirimu yang mengetahui per¬kara ghaib.”

Al-Hajjaj berkata, “Kamu harus merasakan api mem¬bara di dunia.”

Sa’id berkata, “Kalau aku mengetahui bahwa siksa api naar di tanganmu niscaya aku akan menjadikan dirimu tuhan.”

Al-Hajjaj berkata, “Apa pendapatmu tentang Muhammad?”

Sa’id menjawab, “Nabi penebar kasih sayang dan imam pemberi petunjuk.”

Al-Hajjaj berkata, “Apa pendapatmu tentang Ali, apakah dia di jannah atau di naar?”

Sa’id berkata, “Kalau aku masuk jannah, aku akan mengetahui orang-orang yang di dalam jannah dan para penghuninya.”

Al-Hajjaj berkata, “Apa pendapatmu tentang para Khalifah?”

Sa’id menjawab, “Mereka bukan tanggung jawab saya.”

Al-Hajjaj berkata, “Siapakah yang paling kamu ka¬gumi di antara mereka?”

Sa’id menjawab, “Yang paling diridhai oleh Pencipta¬ku.”

Al-Hajjaj berkata, “Siapakah di antara mereka yang paling diridhai oleh Sang Pencipta?”

Sa’id menjawab, “Ilmu hal ini di sisi Dzat yang mengetahui rahasia mereka dan yang tersembunyi dari mereka.”

Al-Hajjaj berkata, “Aku senang kamu berkata jujur kepadaku.”

Sa’id menjawab, “Meskipun aku tidak menyukaimu, aku tidak akan berdusta kepadamu.”

Al-Hajjaj berkata, “Kenapa kamu tidak pernah ter¬tawa?”

Sa’id menjawab, “Bagaimana seorang makhluk yang diciptakan dari tanah bisa tertawa, sedangkan tanah akan dimakan oleh api!”

Al-Hajjaj berkata, “Kenapa kami tertawa?”

Sa’id menjawab, “Hati kita tidak sama.”

Kemudian Al-Hajjaj memerintahkan untuk diambilkan intan, permata dan mutiara lalu dikumpulkan dihadapan Sa’id.

Sa’id berkata, “Jika kamu mengumpulkan ini untuk menjaga dirimu dari ketakutan pada hari kiamat, maka alangkah baiknya. Jika tidak, sungguh satu saja guncangan hari kiamat bisa melalaikan seorang ibu yang menyusui terhadap anak susuannya. Tidak ada kebaikan di dunia ini kecuali yang baik dan suci.”

Kemudian Al-Hajjaj meminta tongkat dan seruling. Ketika Al-Hajjaj memukulkan tongkat dan meniup seruling menangislah Said.

Al-Hajjaj berkata, “Apa yang membuatmu menangis? Apakah ini permainan?”

Sa’id berkata, “Ini adalah kesedihan, adapun tiupan seruling telah mengingatkanku akan hari yang besar (hari kiamat) yaitu hari ketika ditiup terompet. Adapun tong¬kat, itu adalah pohon yang dipotong dengan tanpa ke¬benaran. Sedangkan cambuk dari kulit domba, maka apa ada domba yang dibangkitkan pada hari kiamat?”

Al-Hajjaj berkata, “Celakalah kamu wahai Sa’id.”

Said menjawab, “Tidak ada kecelakaan bagi orang yang dijauhkan dari naar dan dimasukkan jannah.”

Al-Hajjaj berkata, “Wahai Sa’id, pilihlah cara pem¬bunuhan yang aku akan membunuhmu dengannya.”

Sa’id berkata, “Pilihlah sendiri. Demi Allah, tidaklah kamu membunuhku dengan satu cara kecuali Allah akan menyiksamu dengan cara yang sama pada hari kiamat.”

Al-Hajjaj berkata, “Apakah kamu ingin ampunanku?”

Said berkata, “Jika ampunan dari Allah aku mengharapkannya. Adapun dirimu, kamu tidak akan terbebas dari dosamu dan tidak ada udzur bagimu.”

Al-Hajjaj berkata (kepada tentaranya), “Bawalah dia dan bunuhlah.”

Tatkala Said keluar dari hadapan Al-Hajjaj, dia tertawa. Maka Al-Hajjaj diberitahu akan hal ini, lalu mereka mengembalikan Sa’id kepada Al-Hajjaj.

Al-Hajjaj berkata, “Apa yang membuatmu tertawa?”

Sa’id menjawab, “Aku heran dengan keberanianmu kepada Allah terhadap diriku dan kasih sayang Allah terhadap dirimu.”

Maka Al-Hajjaj memerintahkan untuk didatangkan tikar dari kulit dan dibentangkan. Lalu Al-Hajjaj berkata, “Bunuhlah dia.”

Sa’id berkata, “Aku menghadapkan wajahku kepada Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi dalam kon¬disi lurus dan Islam dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.”

Al-Hajjaj berkata, “Arahkan dia ke selain kiblat.”

Sa’id berkata, “Kemanapun kamu menghadapkan wajahmu, di sanalah wajah Allah.”

Al-Hajjaj berkata, “Sungkurkan wajahnya ke tanah.”

Said berkata, “Dari tanah Kami menciptakan kalian dan pada tanah Kami mengembalikan kalian dan dari tanah Kami mengeluarkan kalian untuk kedua kalinya.”

Al-Hajjaj berkata, “Sembelihlah dia.”

Said berkata, “Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) kecuali Allah tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Ambillah syahadat ini dariku sampai kamu bertemu denganku pada hari Kiamat. Ya Allah, janganlah kamu kuasakan dia kepada seorangpun untuk dia bunuh setelahku.” (Wafiyyatul A’yaan, 2/371)

Tak lebih dari lima belas hari setelah wafatnya Sa’id bin Jubair, mendadak Hajjaj bin Yusuf terserang demam. Kian hari suhu tubuhnya makin meningkat dan bertambah parah rasa sakitnya hingga keadaannya silih berganti antara pingsan dan siuman. Tidurnya tak lagi nyenyak, sebentar-bentar terbangun dengan ketakutan dan mengigau, “Ini Sa’id bin Jubair hendak menerkammu! Ini Sa’id bin Jubair berkata, ‘Mengapa engkau membunuhku’?” Dia menangis tersedu-sedu menyesali diri, “Apa yang telah aku perbuat atas Sa’id bin Jubair? Kembalikan Sa’id bin Jubair kepadaku!”

Kondisi itu terus berlangsung hinga dia meninggal. Setelah kematian Hajjaj, seorang kawannya pernah memimpikannya. Dalam mimpinya itu dia bertanya kepada Hajjaj, “Apa yang Allah perbuat terhadapmu setelah membunuh orang-orang itu, wahai Hajjaj?”

Dia menjawab, “Aku disiksa dengan siksaan yang setimpal atas setiap orang tersebut, tapi untuk kematian Sa’id bin Jubair aku disiksa 70 kali lipat.”

Sumber: Disalin dari buku “Mahkota Di Atas Sajadah, Abdullah Humaid al-Falasi & Wahid Abdussalam Bali, Penerbit at-Tibyan, Hal.33-38  & tambahan dari Buku “Mereka Adalah Para Tabi’in”, Pustaka at Tibyan.

Artikel: www.kisahislam.net

Facebook Fans Page: Kisah Teladan & Sejarah Islam

=

Comments
All comments.
Comments