Benarkah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Ingin Bunuh Diri?

Oleh: Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf hafizhahullah

Al-Kisah
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima wahyu di gua Hiro’, beliau tidak lagi melihat Jibril ‘alaihissalam beberapa lama. Beliau pun sangat sedih. Sesekali beliau berangkat ke bukit Tsabir dan kali lainnya ke gua Hiro’. Sampai-sampai beliau ingin bunuh diri dengan melemparkan dirinya dari atas bukit. Saat seperti itu terdengarlah suara dari langit, beliau pun pingsan saat mendengar suara tersebut, begitu siuman, beliau melihat ke atas. Ternyata disana ada Jibril ‘alaihissalam yang sedang duduk bersila di atas kursi antara langit dan bumi seraya berkata, “Wahai Muhammad, engkau adalah benar-benar utusan Allah azza wa jalla dan saya adalah Jibril. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun pergi dengan tenang, lalu setelah itu turunlah wahyu secara berurutan pada beliau.

Derajat Kisah Ini
Kisah ini BATHIL.

Takhrij Kisah Ini
Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Thobaqot Kubro. berkata, “Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Umar berkata: Telah menceritakan kepada kepada kami Ibrohim bin Muhammad bin Abi Musa dari Dawud bin Hushoin dari Abu Ghothfan bin Thorif dari Ibnu Abbas lalu beliau menyebutkan kisah di atas.

Sisi Kelemahan Kisah Ini
Sisi kelemahan kisah ini dapat di tinjau dari dua sisi, yaitu sanad dan matan:
1. Sisi Sanad
Dalam sanad kisah ini terdapat dua cacat:
Pertama: Muhammad bin Umar al-Waqidi
–    Zakariya as-Saji rahimahullah berkata: “Dia tertuduh berdusta.”
–    Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Semua kitab al-Waqidi dusta.”
–    an-Nasa’i rahimahullah berkata: “Orang yang dikenal sebagai pendusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ada empat, yaitu: al-Waqidi di Madinah..”
–    Ibnu Adi rahimahullah berkata: “Hadits-haditsnya tidak dikenal, sisi lemahnya adalah dari dia.”
–    Ibnul Madini rahimahullah berkata: “Dia mempunyai dua puluh ribu hadits yang tidak ada asal usulnya.”
–    Ishaq bin Rohawaih rahimahullah berkata: “Menurutku dia pemalsu hadits.” [ Lihat Tahdzibut Tahdzib al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah]
–    Imam adz-Dzahabi rahimahullah dalam Mizanul I’tidal : “Ulama bersepakat atas kelemahan al-Waqidi.”

Kedua: Ibrohim bin Muhammad bin Abu Musa
Dia juga tidak jauh berbeda dengan al-Waqidi, bahkan lebih parah. Di antara perkataan ulama atasnya sebagai berikut:
–    al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Dia orang yang ditinggalkan haditsnya.” Dan dalam Tahdzib Tahdzib beliau juga menyebutkan ucapan para ulama Jarh wat Ta’dil mencelanya, sehingga hampir merupakan kesepakatan mereka bahwa dia seorang pendusta.
–    Bisyr bin Mufadhol berkata: “Aku bertanya kepada ulama Madinah tentang dia, mereka semua menjawab bahwa dia seorang pendusta.”

Lalu bagaimana dengan riwayat ini yang terdapat dalah shohih Bukhari pada kitab Ta’bir setelah beliau menyebutkan kisah awal mula turunnya wahyu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam – yang insya Alloh kita sebutkan di akhir pembahasan (yang artinya):

“Dan terputuslah wahyu sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merasa sedih -sesuai dengan apa yang sampai pada kami- beliapun pergi beberapa kali untuk menjatuhkan diri dari puncak gunung. Sesampainya beliau di puncak gunung untuk menjatuhkan diri, Jibril pun nampak seraya berkata: ‘Sesungguhnya engkau benar-benar utusan Allah.’ Rasulullah pun kembali tenang dan beliau pulang kembali. Namun setiap kali wahtu terputus lama, maka beliau berbuat yang sama, sehingga saat sudah di puncak gunung, Jibril pun nampak lagi dan mengatakan yang sama seperti sebelumnya.”

“Untuk menjawab masalah ini, marilah kita simak keterangan Syaikh Ali Hasyisy dalam majalah at-Tauhid Mesir dalam rubrik Kisah Tidak Nyata -dengan diringkas-:
Banyak yang salah dalam memahami kisah ini, sehingga ada sebagian orang yang naik mimbar untuk mencela Imam al-Bukhari rahimahullah. Sebabnya, kenapa beliau memasukkan kisah ini dalam kitab shohihnya. Orang semacam ini sama sekali tidak mengetahui kedudukan Imam al-Bukhari rahimahullah.

Suatu ketika Imam Muslim rahimahullah datang kepada Imam al-Bukhari rahimahullah lalu mencium kepala beliau, kemudian bertanya tentang beberapa hadits dan disebutkan cacatnya, setelah itu Imam Muslim rahimahullah berkata: “Tidak ada yang membencimu kecuali orang yang hasad, wahai gurunya para guru, wahai penghulunya ahli hadits, wahai tabib cacatnya hadits. Lalu bagaimana permasalahan yang sebenarnya?” Jawabnya, sebenarnya yang beliau lakukan dengan mencantumkan kisah tersebut adalah untuk menunjukkan kelemahannya. Karena kisah ini banyak disisipkan oleh sebagian orang pada kisah yang sebenarnya. Hal ini telah dibahas dengan sangat bagus oleh al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah saat menerangkan hadits ini.”

Syaikh al Albani rahimahullah saat membantah al-Buthi dalam Fiqh Siroh berkata: “Dari keterangan di atas di ambil kesimpulan bahwa tambahan  (maksud beliau tambahan kisah keinginan bunuh diri yang terdapat dalam shohih Bukhari rahimahullah-pent) mempunyai dua cacat:
Pertama: Hanya Ma’mar yang meriwayatkan nya, padahal tidak diriwayatkan oleh Yunus dan Aqil. Karenanya ini adalah riwayat yang syadz (aneh)
Kedua: Riwayat ini mursal dan terputus dua rowi sekaligus (mu’dhol) karena mengatakan -dari apa yang sampai kepada kami-adalah az-Zuhri. Sebagaimana yang ditegaskan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah.

Inilah yang tidak diketahui oleh al-Buthi, dengan kebodohannya dia menyangka bahwa setiap huruf yang terdapat dalam shohih al-Bukhari rahimahullah untuk tidak memasukkan ke dalam kitab beliau kecuali yang shohih saja. Dia tidak membedakan antara riwayat Imam al-Bukhari rahimahullah yang bersambung sanadnya dengan yang tidak.”

2. Sisi Matan
Adapun jika di tinjau dari sisi matan kisah, maka akan semakin jelas kelemahannya. Bagaimana mungkin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berfikir dan berusaha bunuh diri, padahal Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam seorang yang ma’shum dan terjaga dari kesalahan, sedangkan bunuh diri adalah sebuah dosa yang sangat besar.

“Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda: Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sebilah besi, niscaya besi tersebut nanti akan dia gunakan untuk menusuk-nusuk perutnya  di neraka jahannam selamanya, barangsiapa yang meminum racun untuk bunuh diri, niscaya dia pun akan meminumnya di neraka jahannam selamanya, barangsiapa yang menjatuhkan diri dari gunung untuk bunuh diri, niscaya dia pun akan jatuh dari gunung di neraka jahannam selamanya.” [HR.al-Bukhari dan Muslim]

Kisah Yang Sebenarnya
Kisah ini berhubungan dengan asal mula turunnya wahtu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa tambahan di atas.

Imam al-Bukhari rahimahullah dan Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Wahyu Rasulullah  yang pertama kali adalah mimpi yang baik saat tidur, tidaklah beliau bermimpi melihat sesuatu kecuali menjadi kenyataan saat pagi harinya. Kemudian beliau dijadikan senang menyendiri, beliau pun menyendiri di gua Hiro’ beberapa waktu untuk beribadah dan pulang untuk mengambil bekal. Sehingga datanglah malaikat saat beliau di gua Hiro’ seraya berkata, “Bacalah.” Rasulullah menjawab, “Saya tidak dapat membaca.” Malaikat itu pun  mendekapku sampai aku merasa capek, baru dilepaskan. Dia pun berkata lagi, “Bacalah.” “Saya tidak dapat membaca.” Jawab Rasulullah lagi. Malaikat itu pun mendekapku kedua kalinya sampai aku merasa capek, baru dilepaskan. Lalu dia berkata:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Robbmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Robbmu Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan  kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” [QS.al-‘Alaq (96): 1-5]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun pulang gemetaran . Beliau masuk menemui Khodijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha seraya berkata: “Selimutilah aku, selimutilah aku.” Khodijah radhiyallahu ‘anha pun menyelimuti beliau sehingga hilang rasa takutnya. Lalu beliau mengabarkan kepada Khodijah peristiwa yang terjadi. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Saya takut pada diriku sendiri.” Khodijah menimpali: “Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu. Engkau menyambung tali silaturrohim, menanggung beban orang lain, membantu orang miskin, memuliakan tamu, menegakkan kebenaran.”

Khodijah radhiyallahu ‘anha pun membawa beliau menemui Waroqoh bin Naufal, saudara sepupunya. Pada zaman jahiliah, beliau (Waroqoh) seorang Nasrani, serta biasa membaca kitab berbahasa Ibrani dan pernah menulis Injil dengan bahasa Ibrani. Saai itu beliau sudah sangat tua dan buta. Khodijah radhiyallahu ‘anha berkata kepadanya, “Wahai saudara sepupuku, dengarkanlah apa yang disampaikan oleh anak saudaramu.” Waroqoh bertanya, “Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat? Rasulullah pun menyampaikan apa yang beliau lihat. Waroqoh berkata, “Itu adalah Namus (Jibril ‘alaihissalam) yang pernah datang kepada Musa. Andai saja saya masih hidup saat kaummu mengusirmu.” Rasulullah pun bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Dia menjawab, “Tidak ada seorang pun yang membawa apa yang engkau bawa melainkan akan dimusuhi. Jika saya menemui saat itu sungguh saya akan membelamu dengan gigih.” Ternyata tidak selang lama Waroqoh pun meninggal dunia.” [Silsilah adh Dhoifah: 1052, Difa’ an Hadits Nabawi al Albani: 1/42, Tahdzirud Da’iyah min Qoshosh Wahiyah oleh Syaikh Ali Hasyisy]

Sumber: Diketik ulang (dgn segala kekurangannya khususnya tidak adanya teks dalam bahasa arab) dari Majalah AL FURQON edisi 7 Th.ke-9 1431/2010 hal.62-64

Artikel: www.KisahIslam.net

Comments
All comments.
Comments